Medan, Mediaperkebunan.id – Tim peneliti dari Universitas Sumatera Utara (USU) yang terdiri atas DS Hanafiah K Lubis, Haryati, H Setiado, GM Damanik, MS Limbong, FR Silaen, Joshua, dan A Lestami, berhasil menciptakan varietas kedelai yang unggul dan tahan terhadap perubahan iklim .Para peneliti itu, seperti dikutip Media Perkebunan dari laman resmi USU, Sabtu (4/1/2025), berhasil mengembangkan varietas kedelai unggul melalui teknik persilangan tiga arah atau three way cross.
Teknik tersebut diyakini mampu menciptakan varietas kedelai unggul yang lebih produktif dan tahan perubahan iklim. Inovasi ini dilakukan mendukung ketahanan pangan dan keberlanjutan agrikultur di masa depan seperti yang digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Upaya penelitian ini dilakukan untuk menjawab sebuah tantangan besar yang dihadapi oleh para petani kedelai dan peneliti di bidang agrikultur. Iklim yang berubah-ubah, kualitas lahan yang menurun, dan serangan hama menjadi ancaman nyata yang memengaruhi produksi kedelai secara global. Meningkatnya kebutuhan pangan pun mempertegas perlunya inovasi baru agar kedelai dapat terus menjadi sumber pangan yang andal dan mudah diakses.
Teknik persilangan tiga arah itu tidak hanya menambah keragaman genetik, tetapi juga membuka jalan bagi terciptanya tanaman kedelai yang lebih tangguh, produktif, dan adaptif. Hanafiah menjelaskan, penelitian yang mereka lakukan bertujuan untuk meningkatkan variabilitas genetik kedelai, sehingga menciptakan varietas unggul yang mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang beragam. Dalam eksperimen ini, kata Hanafiah, tiga varietas kedelai digunakan: Grobogan, Anjasmoro, dan Dega-1. Masing-masing varietas memiliki karakteristik unik.
“Varietas Grobogan dan Anjasmoro dikenal produktif, sementara Dega-1 memiliki tinggi tanaman yang lebih menjulang,” demikian penjelasan Hanafiah.
“Dengan mengombinasikan tiga varietas unggul Grobogan, Anjasmoro, dan Dega-1, penelitian ini bertujuan menciptakan kedelai dengan kualitas terbaik dari masing-masing induknya,” tuturnya lebih lanjut.
Harapannya, kata Hanafiah, tanaman hasil persilangan ini bisa tumbuh subur di berbagai kondisi lingkungan, sambil tetap menghasilkan biji yang kaya nutrisi dan melimpah. Metode persilangan tiga arah yang mereka gunakan merupakan teknik yang melibatkan serangkaian langkah khusus, yaitu kastrasi, penyerbukan buatan, dan isolasi.
“Dengan lingkungan yang terkendali, kami selaku peneliti mengawasi setiap tahapan dan faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan persilangan,” kata Hanafiah.
Berbagai parameter diukur dalam penelitian ini, seperti tinggi tanaman, jumlah polong, dan tingkat keberhasilan persilangan. Hasilnya, persilangan antara Grobogan dan Anjasmoro memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi, mencapai 57,14 persen. Sementara itu, persilangan tiga arah antara keturunan F1 (Grobogan × Anjasmoro) dengan Dega-1 menunjukkan tingkat keberhasilan sebesar 35,37 persen.
“Menariknya, Dega-1 menunjukkan potensi pertumbuhan terbaik dengan tinggi tanaman dan jumlah polong yang tinggi,” ungkap Hanafiah.
“Hal ini mengindikasikan bahwa faktor genetik dari Dega-1 berperan penting dalam menghasilkan tanaman yang lebih tangguh dan produktif,” papar Hanafiah.
Kata Hanafiah, keberhasilan persilangan ini tidak terlepas dari peran kondisi lingkungan, kecocokan genetik, dan keahlian tim peneliti. “Salah satu faktor penting adalah suhu optimal, yaitu antara 24–28°C. Pada suhu itu dapat meningkatkan keberhasilan penyerbukan. Kondisi cuaca yang terlalu panas atau terlalu dingin dapat menghambat proses penyerbukan, mengakibatkan polong yang kosong,” kata dia kembali.
Hasil persilangan ini menunjukkan variasi yang menarik dalam jumlah polong produktif, jumlah biji per polong, dan berat total biji. Persilangan antara Grobogan dan Anjasmoro menghasilkan polong dan biji dengan bobot yang lebih tinggi, terutama karena dipengaruhi oleh kandungan nitrogen yang memadai di tanah. Hal ini, menurut Hanafiah, menjadi sangat penting, mengingat bobot biji berperan besar dalam menentukan hasil panen.
“Penelitian ini menyimpulkan bahwa teknik persilangan tiga arah ini berhasil meningkatkan variabilitas genetik dan potensi hasil kedelai,” ujar Hanafiah.
“Persilangan Grobogan × Anjasmoro terbukti paling efektif, sedangkan persilangan tiga arah memiliki potensi yang menjanjikan untuk program pemuliaan masa depan,” beber Hanafiah.
Dengan variasi genetik yang lebih luas, pihaknya berharap kedelai hasil persilangan ini dapat menjadi solusi bagi para petani dalam menghadapi tantangan agrikultur di masa depan. Mereka juga berharap, dengan semakin banyak penelitian dan pengembangan di bidang ini, kedelai unggul yang lebih produktif dan tahan terhadap perubahan iklim dapat segera menjadi kenyataan.
“Penelitian ini mengingatkan kita betapa pentingnya inovasi dalam bidang pertanian untuk memastikan ketahanan pangan bagi generasi mendatang,” tegas Hanafiah.