Tangerang Selatan, mediaperkebunan.id – Pertumbuhan kopi saat ini luar biasa. International Coffee Day pada tanggal 1 Oktober harus menjadi pengingat bahwa hulu dan hilir kopi harus diperhatikan. Masalah di hulu kopi dan komoditas perkebunan lainnya adalah 40% tanaman dalam kondisi tua dan rusak sehingga perlu peremajaan. Plt Direktur en Perkebunan, Heru Tri Widarto menyatakan hal ini pada peringatan International Coffee Day di Tangerang Selatan.
Direktorat Jenderal Perkebunan sendiri dalam 5 tahun terakhir sudah melakukan peremajaan kopi 17,9 ribu ha dan perluasan 20 ribu ha sehingga total mencapai 38 ribu ha. Luas sebesar ini tidak ada artinya dari luas kebun kopi yang mencapai 1,2 juta ha dan 90% merupakan kebun rakyat. “Campur tangan pemerintah sangat diperlukan,” kata Heru.
Saat ini hilir kopi bertumbuh sangat pesat. Kafe berdiri di mana-mana bahkan sampai di kota kecil seperti Jepara. Industri kopi tumbuh sedemikian rupa bahkan sudah menjadi gaya hidup. Saat ini pada saat panen raya harga kopi malah naik. Perhatian kepada kopi harus dari pemerintah. Swasta, CSO dan lain-lain.
Saat ini pelaku kopi banyak anak muda karena cuannya lumayan, banyak dari mereka jadi kaya karena kopi. Bisnisnya kopi hulu juga menarik, kopi arabika dengan harga green bean Rp50.000 , pendapatan pertahun bisa mencapai Rp50-75 juta.
“Bagi gen Z kalau tidak cuan tidak menarik. Banyak anak muda masuk kopi karena cuannya bagus. Contoh harga green bean arabika saat ini Rp90.000-95.000/kg, di-roasting tinggal 800 gr dengan harga Rp320.000-350.000. Kemudian dijual per cup dengan tambahan modal kertas saring Rp1000/lembar, jadi 80 cup Rp2 juta. Jadi dari green bean ke kopi cup marginnya sampai 21 kali lipat. Tidak ada bisnis dan bunga bank yang bisa menandingi besarnya keuntungan bisnis ini,” kata Heru lagi.
Kopi juga baik kesehatan, kalau konsumsi secara rutin 2-3 cup/hari, kopi tanpa tambahan gula dan krimer akan mencegah serangan jantung. Penyertanya yaitu gula dan krimer yang tidak sehat. Indonesia merupakan surga kopi, aroma kopi Indonesia adalah aroma surgawai. Jawa Barat saja yang punya 11 gunung, masing-masing ada kopinya dengan rasanya berbeda.
“Saya setuju perlu peningkatan ekspor kopi, tetapi kopi juga harus jadi bagian dari pariwisata dengan ciri khasnya. Turis bisa datang ke Indonesia ke sentra kopi untuk menikmati aroma kopi di lokasi tumbuhnya. Kopi-kopi ini harganya mahal sehingga hanya untuk turis berkualitas saja,” katanya.
Pemerintah mendorong supaya petani berperan lebih besar lewat korporasi petani. Untuk kopi, Direktorat Jenderal Perkebunan sudah membuat Centre of Excellent (CoE) di Bandung yang menjadi pusat pendidikan dan pelatihan. Masih butuh investasi lebih besar untuk menjadi pusat pendidikan, pengolahan, pemasaran dan promosi.

Pemerintah sudah membatu di hulu dengan benih berkualitas seperti Sigarar Utang yang sudah menghasilkan pada umur 1,5-2 tahun, kemudian hilir kopi lewat Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan juga sudah banyak membantu alat-alat pengolah kopi. Minat pemuda untuk terjun ke bisnis kopi saat ini bagus.
Perlu adanya peningkatan antara kolaborasi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Untuk pendanaan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan saat ini mulai teruwujud. Kalau bisa jangan berharap sepenuhnya pada dana APBN dan perlu mengandalkan alternatif lain.
Bagi Heru di manapun nanti BPDP ini berada apakah di bawah Kemenkeu atau Badan Penerimaan Negara hal yang penting adalah ada alternatif pembiayaan lain.