2016, 14 Februari
Share berita:

Pemerintah berupaya mendorong peningkatan produktivitasa kopi nasional. Adapun saat ini rata-rata nasional baru sekitar 600 kg/hg/tahun.

Demikian disampaikan Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan, pada saat kunjungan ke kebun percontohan milik salah satu perusahaan terkemuka di Kabupaten Tanggamus, Lampung. “Pemerintah pusat secara konsisten memberikan bantuan untuk perbaikan tanaman kopi setiap tahunnya”, terang Gamal.

Bahkan tahun 2016, katanya, akan pemerintah tengah merancang program peningkatkan produksi kopi nasional dengan mengalokasikan dana APBN-P yang cukup besar dan melalui dana perbankkan yakni Kredit Usaha Rakyat. Namun Gamal tidak menyebutkan besaran angka bantuan APBN yang dimaksud.

Namun ia juga mengharapkan agar stakeholder lainnya khususnya perusahaan roasting maupun eksportir tidak hanya diam saja. Sebaik perusahaan perlu mendukung pemerintah entah itu dalam berupa pemberian bantuan fisik, pembinaan atau melalui pembelian biji kopi petani dengan harga yang baik.

Hal ini senada dengan harapan Rohadi petani kopi binaan Nestle asal Kabupaten Tanggamus, Lampung. Bahwa petani tidak hanya memerlukan bantuan fisik namun juga harga yang lebih baik. Saat ini ia mengaku menjual biji kopinya ke Nestle mengikuti harga dunia namun perusahaan raksasa tersebut hanya membeli kopi dengan kualitas tertentu selama 6 bulan. Sementara dengan mengikuti pola perusahaan tersebut maka ada stok biji kopi yang tidak laku terjual. Sementara pada penjualan terakhir petani mengaku memperoleh pembelian 21 ribu/kg/ha serta mendapatkan insentif US $ 40/tonnya.

“Kami ingin pemerintah membantu petani mendapatkan alternatif penjualan dengan harga yang menarik. Sehingga kesejahteraan kami meningkat”, jelas Rohadi.

Sementara Wisman Djaja, sebagai salah satu Direktur di Nestle mengatakan bahwa Nestle tidak bisa memberikan harga di atas kewajaran, karena hal tersebut membuat perusahaan tidak mampu bersaing. “Sementara dukungan kami adalah membantu petani melalui aksi pembinaan adalah meningkatkan produktivitasnya hingga di atas 1,5 ton/ha/tahun sehingga dalam kondisi harga yang kurang menarikpun petani masih sejahtera”, ucap Wisman.

Baca Juga:  DITJENBUN LAKUKAN INTERVENSI UNTUK TINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI KOPI

Menanggapi masalah harga Gamal Nasir mengharapkan perusahaan harus mau turun membina petani. Terkait dengan pemasaran sebaiknya tidak hanya perusahaan yang untung tapi petani juga untung jika tidak bantuan apapun yang diberikan tidak akan berdampak ketika petani kehilangan motivasi untuk berkebun.

Sementara di tempat lain, petani kopi di Tabanan Bali berhasil memasarkan kopi robustanya dengan harga Rp. 26 ribu untuk semi wash dan Rp. 30 ribu untuk full wash. “Kami bekerjasama dengan eksportir untuk menjual kopi kami ke Korea Selatan”, kata Wayan Dira petani kopi di Kecamatan Pupuan, Tabanan. Selain memasarkan ke Korea Selatan petani kopi asal Pupuan tersebut telah merambah pasar Belgia serta masuk di kafe-kafe yang ada di Bali. “ Seluruh kebun kami telah mendapatkan sertifikasi berkelanjutan, dan atas bantuan Dinas Perkebunan kopi kami mendapatkan bantuan perlatan dan biji kopi kami di test cup,sehingga kami mengetahui cita rasa, keunggulan biji Kopi Pupuan”, katanya. Bahkan Dinas tengah mengupayakan agar Kopi Pupuan mendapatkan perlindungan Indikasi Geografis.

Terkait pemasaran Wayan Dire mengaku bahwa petani di Bali kreatif mencari pasar. “Barangkali karena tidak banyak perusahaan eksportir yang bermain di Tabanan jadi memaksa kami untuk mencari pasar alternatif di Bali seperti kafe. Dan melalui sahabat kami bisa terakses ke pasar luar negeri” kata Wayan. Sejauh ini petani kopi di Tabanan hanya mendapatkan pembinaan dari Dinas Perkebunan dan belum mendapatkan sentuhan dari program pembinaan dari perusahaan besar. YIN

Baca juga : Nestle Antara Sustaibility dan Bisnis