Untuk menyiapkan sawit rakyat bersertifkat ISPO,pemerintah harus membantu melalui program peremajaan,rehabilitasi dan intensifikasi. Program-program tersebut membutuhkan pembiayaan besar dan tidak akan sepenuhnya dibiayai melalui dana hibah BPDPKS.
“Bagaimana menyiapkan pembiayaan ini, akan menjadi tantangan terbesar pembangunan sawit rayat. Peremajaan saat ini telah dibantu dengan dana hibah pada investasi tahun ke 0, bagaimana dengan pembiayaan bagi pemeliharaan tanaman belum menghasilkan tahun ke 1 sampai dengan tahun ke 3,” kata Purwadi, Direktur Pusat Sain Kelapa Sawit Instiper.
Petani peserta peremajaan telah kehilangan pendapatan karena tanaman diremajakan selama 3-4 tahun, bagaimana mereka membiayai untuk pemeliharaan TBM 1-3? Kalau tantangan ini tidak bisa diselesaikan maka program peremajaan di prediksi tidak akan berhasil sesuai rencana.
Bagaimana dengan rahabilitasi dan intensifikasi kebun sawit rakyat? Untuk melakukan rehabilitasi dan intensifikasi agar terselenggara praktek budidaya terbaik membutuhkan biaya,maka harus ada sumber pembiayaan untuk ini.
Ditambahkan lebih lanjut oleh Purwadi, Pemerintah telah menyiapkan program KUR Khusus untuk pembiayaan program-program tersebut, namun dilapangan pergram tersebut seperti “ada dan tiada”. Ada programnya tapi sulit diakses sehingga seperti tidak ada.
Sebenarnya dari segi jaminan aset, petani memiliki aset dengan nilai setidaknya Rp. 45 juta dari nilai peremajaan yang Rp30 juta plus nilai tanahnya sekitar Rp. 15 juta, bahkan kalau program PSR dilanjutkan sertifikasi maka nilainya sudah akan menjadi Rp. 55 juta, dan kalau peremajaan behasil maka saat tanaman mulai menghasilkan kebun itu sudah akan bernilai Rp. 75-85 juta.
Mereka membutuhkan kredit dengan grace period dan dapat dikembalikan dalam jangka panjang. Bagaimana dengan kebun yang akan rehabilitasi dan intensifikasi, petani membutuhkan dukungan pembiayaan setidaknya selama 2 tahun. Nilai aset dari kebun nya saat ini mencapai Rp. 75 – 100 juta per hektar.
Nilai aset petani untuk bisa menjadi jaminan kredit sudah mencukupi, tetapi kenapa KUR tetap sulit diakses. Bank masih belum percaya bahwa petani akan mengembalikan utangnya dengan tertib, maka petani harus terhimpun dalam kelembagaan dan ada yang menjadi avalis. Inilah yang harus difasilitasi oleh pemerintah sebagai administrator, fasilitator dan dinamisator pembangunan sawit rakyat.
Jaminan keamanan kredit semestinya dapat difasilitasi dengan cara pemerintah memberikan subsidi asuransi kredit dan pada KUR khusus juga sudah diberikan. “Kenapa tetap KUR tetap sulit di akses? Menyangkut kelembagaan, sekali lagi adalah tugas pemerintah untuk menyiapkan dan membangun kelembagaan petani yang kuat. Pemerintah melalui kementerian teknis yang terkait terlihat abai untuk melakukan pembinaan kelembagan petani,” kata Purwadi tegas.
Kelembagaan petani perlu diperkuat agar manajemen nya dipercaya, mendapat “trust” dari para pihak. Untuk itu bisa memanfaatkan teknologi yang tersedia saat ini, SDM muda yang respon teknologi juga tersedia. “Saat ini yang diperlukan adalah Platform Sistem Informasi Manajemen Kelembagaan Petani, kita sebut saja SIM-KSR (Sistem Informasi Manajemen Koperasi Sawit Rakyat). Saat ini telah tumbuh petani generasi kedua, masih muda, memiliki karakter baru yang respon terhadap teknologi (digitalisasi) yang tersedia melimpah, saatnya pembangunan petani sawit rakyat dengan pendekatan baru, cara-cara baru dilakukan,” kata Purwadi lagi.
Pengembangan SIM-KSR ini bisa menjadi pintu masuk bagi akses pembiayaan, untuk memenuhi pembiayaan bagi praktek budidaya terbaik kebun sawit rakyat petani dalam rangka memenuhi sertikasi ISPO untuk pembangunan kelapa sawit rakyat berdaya saing dan berkelanjutan.