Jakarta, mediaperkebunan.id – Pembentukan sebuah badan berskala nasional diyakini oleh Ombudsman RI akan menjadi solusi untuk tata kelola industri perkebunan kelapa sawit, baik dari sisi hulu maupun hingga ke hilir.
Hal itu disampaikan oleh Yeka Hendra Fatika selaku anggota Ombudsman RI saat tampil sebagai salah satu pembicara dalam sebuah diskusi terbatas yang digelar di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI, di Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).
Diskusi itu sendiri, seperti dikutip Mediaperkebunan.id dari laman resmi Ombudsman RI, Kamis (8/5/2025), digelar untuk mengenang kontribusi dan pemikiran dari Prof. Bungaran Saragih yang pernah menjadi Menteri Pertanian (Mentan) di era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Diskusi terbatas itu sendiri bertajuk “Integritas Industri Sawit Indonesia dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi, Swasembada Pangan dan Energi: Menelisik Pemikiran Prof. Bungaran Saragih”.
Turut hadir sebagai panelis dalam diskusi itu yakni Deputi Bidang Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Leonardo A.A.T. Sambodo, Ketua Umum APKASINDO Gulat Medali Emas Manurung, serta Kepala Pusat Studi Sawit IPB Budi Mulyanto hadir sebagai panelis.
Yeka Hendra Fatika menekankan agar tata kelola industri kelapa sawit dapat dibenahi secara menyeluruh. Ia yakin pembentukan badan ini nantinya mampu menangani seluruh persoalan sawit dari hulu hingga hilir dalam satu kesatuan sistem.
“Bagaimana tata kelola ini bisa ditertibkan, solusinya satu maka bentuklah Badan Sawit Nasional yang melingkupi persoalan sawit dari hulu ke hilir dalam satu atap,” ujar Yeka Hendra Fatika.
Pada tahun 2024, ungkapnya, Ombudsman RI telah melakukan kajian sistemik (systemic review) terhadap tata kelola industri kelapa sawit Indonesia dengan memeriksa 52 institusi di seluruh Indonesia dalam kurun waktu enam bulan.
Kata Yeka Hendra Fatika, Ombudsman RI telah merumuskan lima saran perbaikan kepada pemerintah terkait tata kelola industri kelapa sawit.
Saran tersebut, bebernya, mencakup penyelesaian tumpang tindih lahan sawit dengan kawasan hutan, atau pun perbaikan sistem perizinan dan pendataan di tingkat pekebun rakyat.
Berikutnya, penguatan regulasi pendirian pabrik kelapa sawit, kebijakan tata niaga yang menjamin harga pembelian tandan buah segar (TBS) di tingkat petani, serta pembentukan Badan Sawit Nasional yang berada langsung di bawah Presiden.
Dua minggu lalu, sambung Yeka Hendra Fatika lagi, Ombudsman juga telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden Prabowo Subianto sebagai bentuk tindak lanjut atas permasalahan yang ditemukan.
“Dari kajian sistemik ini kami berhasil merumuskan ada lima saran kepada pemerintah yang dua minggu lalu kami juga harus bersurat kepada Presiden RI terkait tata kelola,” tegasnya.
Menurut Yeka, hilirisasi industri sawit di Indonesia merupakan yang terbaik di dunia dan belum ada negara lain yang mampu menyainginya. Namun, permasalahan masih terjadi pada sektor hulu, yang memerlukan perhatian lebih.
“Kalau kita bicara misalnya hilirisasi sawit the best in the world rasanya tidak ada yang bisa menyaingi hilirisasi Indonesia di dunia ini. Namun di hulunya kita menjadi persoalan,” tegas Yeka.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Rachmat Pambudy, yang membuka diskusi menegaskan pentingnya peran kelapa sawit dalam berbagai lapisan masyarakat.
“Betapa pentingnya kelapa sawit. Tidak hanya penting untuk petani kita, tidak hanya penting untuk pengusaha kita, tidak hanya penting untuk negara kita. Rupanya sawit telah menjadi komoditas dunia dan tidak ada makanan di dunia ini yang jauh-jauh dari minyak sawit,” tegasnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Mantan Menteri Pertanian, Bungaran Saragih yang hadir sebagai keynote speaker menyampaikan bahwa industri kelapa sawit saat ini merupakan industri paling unggul dalam bidang pertanian di Indonesia.
“Sawit merupakan primadona saat ini pada sektor pertanian kita dibandingkan pertanian yang lain,” tegas Prof. Bungaran Saragih.