Negara-negara berkembang untuk menjadi negara maju pada awalnya mengandalkan sumberdaya alam dan manusia yang melimpah dan murah. Tetapi kondisi ini sekarang sudah berubah sehingga tidak bisa lagi diandalkan. Purwadi dari Instiper menyatakan hal ini dalam BUN AWARD yang dilaksanakan Media Perkebunan/Perkebunannews.com. Purwadi mendapat penghargaan sebagai Tokoh SDM Perkebunan.
Sumberdaya alam berupa lahan sekarang sulit di dapat dan mahal. Dalam pengelolaanya juga harus memperhatikan aspek konservasi sehingga biayanya tinggi. Jadi sumberdaya alam menjadi langka dan mahal.
Masyarakat Indonesia saat ini sudah masuk golongan menengah dengan pola konsumsi dan budaya yang berubah. Kebutuhan hidup semakin meningkat dan upah mengikuti. Saat ini beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit sudah banyak yang teriak dengan kenaikan upah setiap tahun. Jadi SDM semakin langka dan mahal.
Beberapa komoditas perkebunan karena faktor ini bergeser ke negara yang sumberdaya lahan dan manusianya masih murah. Kopi sekarang Vietnam menjadi nomor satu. Sawit diperkirakan dalam beberapa tahun mendatang akan bergeser ke Afrika yang lahanya masih banyak dan biaya tenaga kerja rendah. Teknologi sawit yang sudah dikuasai Indonesia akan mudah dipelajari dan ditiru oleh Afrika.
Dalam kondisi seperti ini untuk mempertahankan dan meningkatkan kejayaan perkebunan Indonesia sebagai penghasil devisa harus ada penerapan IPTEK. Dulu Belanda membangun perkebunan disertai dengan lembaga-lembaga penelitian. Transfer teknologi dari lembaga penelitian berlangsung cepat karena perkebunan dikelola oleh perusahaan.
Sekarang kondisinya berbeda, mayoritas perkebunan dikuasai petani sehingga tranfer teknologi lambat, ditambah kinerja lembaga-lembaga penelitian perkebunan yang kurang. Tantangan sekarang adalah membangun pekebun, bagaimana supaya mereka semakin maju. Sebaiknya tolok ukur sukses tidaknya Ditjenbun adalah apakah pekebun semakin maju atau tidak.