Jakarta, mediaperkebunan.id – Rencana Kemenko Perekonomian memperluas peran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi BPDP. Pembentukan BPDP menjadi upaya agar fokus mengurusi komoditi perkebunan lain yaitu kelapa, kakao dan karet dan mendapat sambutan baik oleh pemangku kepentingan kelapa.
Ketua Harian Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI), Rudi Handiwidjaja sangat mendukung adanya pembentukkan Kelembagaan Kelapa dan berharap kelembagaan tersebut dapat mempercepat upaya hilirisasi industri kelapa Indonesia.
Ketua Himpunan Pengusaha Briket Arang Indonesia (HIPBAKI), Asep Jembar Mulyana menyatakan keputusan pemerintah ini merupakan angin segar bagi perkelapaan Indonesia dan pertanda bahwa pemerintah sudah semakin serius untuk menata perkelapaan Indonesia yang kondisi dari hulu sampai hilirnya sudah sangat memprihatinkan.
“Tentunya ini harus kita sambut dengan baik dan keluarga besar kelapa Indonesia harus mempersiapkan diri menyongsong era baru perkelapaan Indonesia ini. Namun pertanyaan apakah keluarga besar sawit mau menerima kita begitu saja? Ini yang menjadi PR besar bersama,” katanya.
Burhanuddin Rafik, petani kelapa asal Indragiri Hilir yang pernah ikut International Certificate Course Coconut di Coconut Research Institute Sri Lanka yang merupakan program ICC, menyatakan bersyukur atas perhatian pemerintah sekarang pada kelapa secara umum. Bergabungnya kelapa di BPDP merupakan kemajuan bagi industri perkebunan kelapa.
“Petani kelapa menaruh harapan atas hal ini. Kelapa memberikan kontribusi besar bagi negara dari sektor perkebunan. Saatnya pemerintah perhatian pada petani kelapa yg saat ini butuh kepastian harga yang wajar, peremajaan dan sebagainya ,” katanya.
Profesor Riset BRIN, Hengky Novariantomenyatakan sebagai peneliti harapannya dengan kelapa di bawah BPDP diharapap benar-benar membantu petani kelapa secara nyata, terutama dalam hal kerjasama dengan industri kelapa terpadu supaya harga kelapa tingkat petani meningkat dan swasta bisa mengekspor bermacam-macam produk kelapa.
Ada dana khusus untuk riset kelapa yang sangat dibutuhkan semua pemangku kepentingan. Juga bisa menjadi jembatan antar semua pemangku kepentingan sehingga industri kelapa dalam negeri bisa berkembang maju.
Kalau swasta dalam negeri belum mampu maka bisa mengajak pihak luar negeri untuk investasi industri kelapa di Indonesia. Program on farm dan off farm berjalan seimbang untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kelapa untuk mendukung keberlanjutan industri kelapa terpadu.
“Saya berbicara sebagai peneliti yang bukan objek kepentingan tertentu atau kepentingan politis siapapun,” katanya.
Kata praktisi soal BPDP Perkebunan
Ketua Sahabat Kelapa, Ardi Simpala menyatakan kelapa perlu peremajaan besar-besaran minimal 500.000 hektar dengan varietas unggul sesuai kondisi lahan. Harus ada ipenguatan hubungan petani dengan industri. Petani kuat dan industri makin maju.
Petani mendapat dukungan bibit unggul, capacity building dan penerapan GAP terutama pola mix cropping sehingga petani kelapa memiliki tambahan pendapatan. Memaksimalkan penggunaan lahan kosong di kebun kelapa.
Industri olahan kelapa tertentu yang sedang bermasalah seperti karbon aktif dan sabut diberi insentif. Kesemua ini tentu butuh dana yang besar.
“Bea ekspor 1 miliar butir kelapa bulat bisa menjadi sumber awal pemasukan. Selebihnya dari sawit yang memang dulu akhir tahun 80an sering kita sebut adiknya kelapa,” kata Ardi.
Praktisi perkebunan yang berpengalaman mengelola kakao, karet, kelapa dan sawit, Dadang Kurnia menyatakan hal berbeda. Menurutnya, maksud pemerintah membuat Badan Pengelola Dana Perkebunan baik.
Masalahnya sumber pendanaan, sebaiknya dari seluruh komoditas perkebunan, bukan dari sawit untuk komoditas lain. Karena sawit juga masalahnya masih banyak yang belum selesai seperti PSR yang belum mencapai target dan sawit dalam kawasan hutan.
Model bisnis sawit, kelapa, karet, kakao juga berbeda dengan masalah yang berbeda juga. Karet contohnya masalah utama produktivitas rendah sehingga banyak terjadi konversi.
Lebih baik selesaikan dulu masalah sawit sampai tuntas baru kemudian melakukan upaya untuk komoditas lain. Jangan sampai memotong angsa yang bertelur emas.