Pertanian presisi adalah manajemen berbasis data dan cara dalam produksi pertanian, meliputi pemetaan hasil analisa tanah, pengolahan lahan, penanaman bibit, pemupukan, pengendalian hama penyakit, pemetaan hasil. Pemanfaatannya sudah jauh sekali, jadi bisa dimanfaatkan untuk mencapai swasembada gula. Nanik Soelistiyowati, Direktur Operasional PT PG Rajawali I menyatakan hal ini.
PT PG Rajawai I mengembangkan Geospatial Informatioan System yang mengintegrasikan data-data on farm, data-data ERP perusahaan dan data pendukung (pihak ketiga) untuk memberikan informasi dan analisa yang akurat dalam pengambilan keputusan.
Data-data kegiatan lapang seperti pemetaan, data-data lain hasil survey, sensor dan pengindraan jauh, data-data pengolahan, data budidaya, biaya, rencana dan realisasi , data pihak ketiga seperti cuaca dan satelit masuk webGIS Enterprise (cloud database and analysing) menjadi bahan untuk monitoring dan evaluasi. Semuanya masuk dalam farm management software.
Yang paling dasar IoT manfaatkan hasil foto udara, drone dan ditampilkan dalam mobile planter menjadi satu informasi yang bisa digunakan bersama dalam rangka menata ketersediaan bahan baku tebu untuk semua PG, dapatkan petak akurat beri keyakinan dalam monitoring lahan.
PT PG Rawajali I yang terletak di Jawa Timur memiliki dua PG yaitu Krebet Baru dan Rejo Agung Baru dari total 24 PG yang ada di provinsi ini. Total kapasitas semua PG di Jatim 142.600 TCD, luas areal tebu 208.297 ha dan jumlah tebu 14 juta ton. Rata-rata hari giling PG Jatim 98 hari masih jauh dibawah skala ekonomi, biaya logistik tinggi karena tebu wara-wiri lebih tinggi dari tebu menjadi milik bersama sehingga PG yang paling kuat saja yang bisa bertahan. Kondisi ini membuat upaya perbaikan kualitas dan produktivitas menjadi kurang diperhatikan.
Pemanfaatan Smart Farming untuk mengatasi hal ini adalah dengan pengukuran dan penetapan pembagian wilayah masing-masing PG yang sekarang tidak ada ada, penetapan jenis dan dosis pupuk, monitoring pertumbuhan dan kondisi tanaman, menunjang penetapan kebijakan pemerintah untuk percepatan dan perluasan tebu.
“Dengan adanya pembagian wilayah mendorong PG untuk berperan aktif mendampingi, membina dan memberdayakan petani tebu untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas tebu. PG tidak ada keraguan lagi petani yang sudah susah payah mereka bina malah melarikan tebunya ke PG lain yang berani membeli dengan harga tingg. Biaya transportasi juga berkurang karena tebu tidak wara-wiri lagi,” kata Nanik.