2016, 19 Juli
Share berita:
Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan

San Safri Awang, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan

Objek moratorium perijinan kelapa sawit pertama adalah 950.000 ha kebun kelapa sawit milik perusahaan yang ada di dalam kawasan hutan. Sudah ada permintaan ijin ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melepas 950.000 ha kebun ini. San Safri Awang, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan menyatakan hal ini.

Karena terkena moratorium maka ijin pelepasan tidak akan 950.000 ha kebun kelapa sawit ini tidak akan dikeluarkan. Emisi karbon dari 950.000 ha kebun kelapa sawit adalah 0,26 giga ton. Moratorium akan berlangsung selama 5 tahun. “Kita amankan dulu supaya simpanan karbon 0,26 giga ton ini tidak teremisi ke udara dengan tidak memberi ijin pelepasan,” katanya.

Selanjutnya adalah 2,3 juta ha kebun di kawasan hutan yang legalitasnya tidak jelas. Ada yang ada ijin dari daerah tetapi tidak ada ijin pelepasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ada juga yang tidak mendapat ijin dari dua-duanya. Kategori dua ini jelas illegal. Dari luasan ini ada 700.000 ha yang punya peta spatial, sisanya tidak ada.

Semula KLHK akan melakukan pendekatan keras dengan penegakan hukum tetapi pada kenyataanya eksekusinya akan susah. Saat ini sedang diwacanakan untuk melakukan pendekatan lunak yaitu dengan sewa. Untuk tiap ha kebun kelapa sawit yang terlanjur ada di kawasan hutan maka pemerintah menetapkan biaya sewa yang harus dibayar, dimana kebun swasta akan lebih tinggi ketimbang kebun rakyat.

“Dari mekanisme ini saja diperkirakan akan masuk Rp17 triliun/tahun. Sewa ini hanya berlaku untuk satu daur saja, setelah itu dikembalikan ke pemerintah untuk dihutankan kembali,” katanya.

Baca Juga:  CARGILL MENERIMA INVESTMENT AWARD DARI GUBERNUR SUMSEL

Objek moratorium adalah semua perijinan. Kebun yang ijiinya sudah keluar tetapi 5 tahun tidak dikerjakan akan terkena moratorium. Demikian juga kebun yang hutannya masih bagus maka akan dimoratorium.