Jakarta, mediaperkebunan.id – Ternyata, ada alasan lain yang tidak kalah pentingnya terkait limbah sawit di balik keputusan Pemerintah melahirkan kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit.
Aksi Curang Pelaku Usaha Terkait Limbah Sawit
Alasan lain yang tidak kalah penting tersebut, seperti di kutip Mediaperkebunan.id dari laman resmi Kementerian Perdagangan, Jumat (17/1/2025), adalah adanya dugaan aksi curang pelaku usaha terkait urusan ekspor limbah sawit.
Baik itu minyak jelantah atau used cooking oil (UCO), limbah pabrik kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME), maupun residu minyak sawit asam tinggi atau di kenal nama asam tinggi (asting) atau high acid palm oil residue (HAPOR).
Yang mengungkapkan dugaan kecurangan ini pun bukan sosok sembarangan. Dia adalah Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Farid Amir.
Pengungkapan dugaan aksi curang pelaku sawit tersebut di sampaikan Farid Amir saat menjadi salah satu pembicara dalam acara sosialisasi Permendag Nomor 2/2025 tersebut yang di laksanakan Kemendag di Bekasi, Provinsi Jawa Barat (Jabar), belum lama ini.
Hadir sebagai narasumber pada kegiatan sosialisasi itu yakni Deputi Bidang Koordinasi Tata Niaga dan Distribusi Pangan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pangan Tatang Yuliono.
Berikutnya, Pembina Industri Ahli Pertama dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Lisa Sturoyya Faaz.
Kegiatan sosialisasi di buka oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag, Isy Karim, dan di ikuti oleh pemangku kepentingan sektor produk kelapa sawit dan turunannya.
Menurut Farid Amir, terbitnya Permendag 2/2025 juga di dasarkan pada pertumbuhan permintaan POME, HAPOR, dan UCO akibat implementasi kebijakan carbon offsetting and reduction scheme for international aviation (CORSIA) oleh international civil aviation organization (ICAO).
Alasan lainnya, kata dia, Permendag juga di dasarkan pada maraknya modus pencampuran CPO dengan POME dan HAPOR asli, serta praktik mengolah buah dari tandan buah segar (TBS) yang di busukkan langsung dan menjadi berondolan sawit sehingga menjadi POME dan HAPOR.
“Perubahan Permendag mencakup perubahan syarat dan tata cara untuk mendapatkan PE UCO dan residu. Berdasarkan Permendag 2/2025, PE di terbitkan dengan kewajiban melengkapi syarat alokasi jika di sepakati dalam rakor,” terang Farid.
Farid Amir pun berharap kerjasama eksportir dan asosiasi untuk menyampaikan data yang mendukung kebijakan ekspor produk CPO dan turunannya. Data tersebut, kata Farid Amir, termasuk jumlah produksi, pasokan, konsumsi, serta permintaan.