JAKARTA, mediaperkebunan.id – Pada prinsipnya pelaku usaha mempunyai komitmen untuk taat dan patuh pada peraturan perundangan keberlanjutan ISPO mandatory sejak tahun 2011. Bahkan beberapa perusahaan sudah menerapkan Standar Internasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.
Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) M Hadi Sugeng dalam Seminar Nasional bertema “Keterpaduan Hulu-Hilir untuk Meningkatkan Produksi Kelapa Sawit Berkelanjutan dan Bersertifikat di Pasar Global” yang diselenggarakan Majalah Media Perkebunan di Jakarta, Selasa (6/6).
Hadi Sugeng mengatakan, Gapki tetap komitmen untuk melaksanakan ISPO 100 persen. Hingga saat ini sudah 601 perusahaan yang tergabung dalam Gapki sudah bersertifikat ISPO, sedangkan sisanya masih dalam proses audit.
“Masih banyak perkebunan belum masuk asosiasi baru 45 sehingga gerakan masalisasi untuk menjadi perusahaan taat ISPO sertifikasi dan implementasi masih menjadi kelemahan industri sawit Indonesia,” jelas Hadi Sugeng.
Menurut Hadi Sugeng, diperlukan konsistensi harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait industri kelapa sawit mengingat perkebunan sawit di Indonesia sudah lebih dari 100 tahun.
Komoditi sawit saat ini, lanjut Hadi Sugeng, banyak melibatkan kementerian lembaga dan telah banyak diterbitkan berbagai regulasi. Untuk ini diperlukan kebijakan yang dapat memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha secara konsisten harmonis berkelanjutan serta tidak merugikan.
Hadi Sugeng mengatakan, untuk mewujudkan keberterimaan ISPO di pasar global, perlu dilengkapi supply ghain certification system, seperti pada RSPO, MSPO, dan sebagainya,l untuk kepastian ketelusuran dan kepercayaan stakeholder terhadap produk ISPO,
Menurut Hadi Sugeng, perlu dipertimbangkan pembentukan Forum Percepatan ISPO yang beranggotakan para pihak seperti kementerian lembaga, pemerintah daerah, asosiasi untuk menyamakan persepsi dan penyelesaian hambatan ISPO. (YR)