Riau – Badrun, pengrajin Nata De Coco asal Tembilahan Kota, Kec Tembihalan Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau, berkat keuletan dan ketekunannya berhasil meraih sukses hingga kini, dari hasil olahan air kelapa menjadi Nata Decoco. Setiap bulannya Badrun bisa mengantongi laba bersih tidak kurang dari Rp. 26 juta rupiah.
Badrun menceritakan kisah suksesnya dalam mengembangkan produk turunan kelapa. Usaha pengolahan dan hilirisasi air kelapa ini dimulai sejak 20 Desember 2004 dan diberi brand SALJU (Selalu Jujur). Saat ini banyak produk sejenis yang bermunculan dipasaran, tetapi untuk dipasaran lokal Nata Decoco Salju tetap bisa bertahan dan mempunyai pangsa pasar tersendiri khususnya di pasar-pasar tradisional di Tembilahan dan di kios-kios pedagang makanan dan minuman maupun kelontong sekitar.
“Mengingat permintaan yang masih cukup tinggi baik di pasar lokal maupun luar daerah, serta ketersediaan bahan baku yang melimpah, saya sedang memulai penambahan kapasitas produksi hingga mencapai 100 ton per bulan. Selain itu untuk mendongkrak omset penjualan, saya juga memasarkan nata decoco siap saji di agen-agen penjualan online dengan brand Salju Coco Mandiri,” ujar Badrun pemilik usaha Nata Decoco Salju saat menerima Kunjungan dari Tim Percepatan Hilirisasi Kelapa Bappenas yang didampingi oleh Tim Teknis Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian dan Tim Teknis Direktorat IKM Kementerian Perdagangan beberapa waktu lalu.
Badrun menambahkan, kondisi bahan baku kelapa yang melimpah tentunya membuka peluang sangat besar bagi usaha hilirisasi kelapa khususnya Nata Decoco. Setiap hari tidak kurang dari 2 ton air kelapa dikumpulkan dan ditampung dari para petani atau pedagang kelapa parut dipasar, kemudian diolah menjadi sekitar 1,5 ton Nata Decoco.
Selain itu, omset dari usaha ini ditopang juga dengan hasil penjualan dari Nata Decoco curah (atau tanpa merek) untuk memenuhi pesanan para produsen Nata Decoco dari berbagai daerah, seperti medan, lampung, Jawa Tengah dan lainnya. Nata Decoco curah hasil produksinya di jual dengan 2 macam harga sesuai bentuk/type/ukuran Nata Decoco yang dihasilkan.
Untuk harga, lebih lanjut Badrun menjelaskan, ukuran kotak-kotak besar (+_ 1 cm x 2 cm x 1 cm) dijual dengan harga Rp. 1.800/kilogram (kg), sedangkan untuk kecil-kecil dijual dengan harga Rp. 2.800,-. Kg. Berbeda dengan produk Nata Decoco Salju yang sudah siap minum (konsumsi) dengan kemasan gelas 250 ml, dikemas dalam kardus berisi 48 Gelas dijual dengan harga Rp. 18.000,00 hingga Rp. 20.000,- per kardus. Jumlah pekerja yang terlibat dalam usaha ini sekitar 15 orang.
“Permintaan Nata Decoco paling tinggi biasanya terjadi pada bulan Ramadan sampai pelaksanaan hari raya Idul Fitrinya, serta pada hari-hari besar lainnya. Permintaan kian meningkat, untuk memenuhi permintaan pasar ke luar kota membutuhkan sarana dan prasarana yang mendukung agar kapasitas produksi dapat tercukupi,” jelas Badrun.
Berdasarkan data statistik perkebunan kelapa (BPS) 2021 diketahui bahwa, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, memiliki lahan kelapa dalam yang menghasilkan (TM) seluas 226.037 ha, dengan jumlah produksi sebanyak 263.732 ton kopra atau setara dengan lebih kurang 1,5 milyar butir kelapa per tahun. Jika volume air kelapa dalam yang sudah masak fisiologis sekitar 300 ml/butir, maka akan dihasilkan sebanyak 473,4 juta liter per tahunnya.
Dari data tersebut dapat dikatakan bahan baku kelapa terbukti sangat melimpah, karena kompetitor utama hanyalah kelapa segar, sedangkan hasil pengamatan di wilayah Sumatera khususnya di Kabupaten Inhil masih jarang orang berjualan kelapa segar, dan hampir semua petani di lahan kebun atau pekarangan memiliki tanaman kelapa. Ini potensi usaha bisnis yang cukup besar.
Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan tentu selalu berupaya untuk membina, mendorong dan mendukung pelaku usaha perkebunan agar terus mengembangkan dan meningkatkan inovasi produk turunannya agar semakin kreatif, inovatif, bernilai tambah dan berdaya saing serta memiliki akses pasar global yang luas.
Direktur Jenderal Perkebunan Andi Nur Alamsyah menyampaikan, bahwa sesuai tupoksinya Kementerian Pertanian khususnya Ditjen Perkebunan setiap tahun mengalokasikan tidak kurang dari 500 ha peremajaan kelapa dalam di Kabupaten Indragiri Hilir Riau untuk menggantikan tanaman tua rusak/tidak produktif, agar ketersediaan bahan baku untuk hilirisasi kelapa di wilayah ini terus melimpah dan bahkan bisa mensuplay ke wilayah lain.
Hal ini diperkuat Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan, Heru Tri Widarto mengatakan, Ditjenbun mendukung sepenuhnya upaya Bappenas mendorong upaya percepatan kegiatan hilirisasi kelapa di beberapa wilayah sentra produksi sesuai amanah Presiden RI, termasuk di Kabupaten Indragiri Hilir Riau.
Heru menambahkan, tahun 2023 ini melalui APBN Ditjen Perkebunan mengalokasikan kegiatan perluasan sebesar 100 ha, dan peremajaan seluas 1.100 ha dengan paket bantuan Benih Unggul sebanyak total 121.000 batang serta saprodi pendukung lainnya. Hal ini tentunya menjadi langkah nyata Ditjen Perkebunan dalam mewujudkan Corporate Identitynya yaitu Fokus, Responsif dan Kolaboratif yang di Launching Menteri Pertanian tahun lalu di Bogor.
“Sekilas manisnya Bisnis Nata Decoco di Wilayah Hamparan Kelapa Dunia Kabupaten Indra Giri Hilir ini, mudah-mudahan dapat menginspirasi generasi muda untuk terus mengembangkan komoditas perkebunan termasuk mengolah atau menghasilkan produk turunan yang lebih kreatif inovatif bernilai tambah dan berdaya saing, serta memanfaatkan peluang besar ini menjadi lahan usaha produktif yang tentunya selain dapat meningkatkan kesejahteraan petani kelapa di sekitar lokasi, juga secara tidak langsung akan membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah,” harapnya. (Humas Ditjenbun – ARW)