Banjarmasin – Industri kelapa sawit Indonesia berperan penting untuk perekonomian Indonesia dengan kinerja perdagangan kelapa sawit yang terus meningkat. Untuk itu, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengajak para pelaku perkebunan sawit berupaya melakukan akselerasi Program Peremajaan Sawit (PSR) hingga hilirisasi melalui perbaikan tata kelola sawit secara berkelanjutan guna menjaga dan meningkatkan produksi.
“Hari ini secara khusus saya mengajak semua pihak yang terlibat untuk ikut dalam memajukan perkebunan sawit secara berkelanjutan melalui program-program pemerintah seperti PSR, pengembangan SDM, sarana dan prasarana,” kata Syahrul pada saat membuka Rapat Koordinasi Kelapa Sawit se- Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin.
Syahrul pun mengatakan dalam perekonomian makroekonomi Indonesia, industri minyak sawit memiliki peran strategis, antara lain penghasil devisa terbesar, lokomotif perekonomian nasional, kedaulatan energi, pendorong sektor ekonomi kerakyatan, dan penyerapan tenaga kerja. Perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang cepat serta mencerminkan adanya revolusi perkebunan kelapa sawit.
Perkebunan kelapa sawit Indonesia, sambungnya, berkembang di 26 provinsi di Indonesia. Dua pulau utama sentra perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Sumatra dan Kalimantan.
“Komoditi kelapa sawit adalah komoditi andalan Indonesia yang memiliki prospek hari ini, besok dan kedepan yang makin terbuka makin baik menjadi komoditi yang diminati dunia bahkan berkontribusi pada kehidupan bangsa besok yang lebih baik,” ungkap Syahrul.
Syahrul berharap kegiatan ini menjadi momentum yang dapat mendorong sinergi multi pihak dalam mengakselerasi dan memacu semangat memperkuat perkelapasawitan nasional. Tentunya dalam rangka mendorong peningkatan daya saing dan pemulihan ekonomi nasional di sentra-sentra kelapa sawit melalui program- program pemerintah serta memanfaatkan seluruh potensi yang dapat dimanfaatkan.
“Kalimantan selatan memiliki potensi yang sangat serius dan sangat mumpuni untuk bisa diusahakan secara maksimal kelapa sawit kita berproduksi lebih baik ditempat ini. Dan hari ini kita Rakor kan bersama Pak Gubernur, ada Pak Kapolda, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Ketua DPR untuk mendorong sama – sama. Salah satu yang harapkan bisa segera terimplementasi adanya replanting,” papar Syahrul.
Syahrul juga menerangkan pada Rakor Sawit se Kalsel telah disepakati bahwa replanting sawit di Kalsel tahun 2023 akan mencapai 10.000 ha. Untuk itu, petani sawit yang melakukan replanting juga didorong untuk melakukan pola tanam tumpang sari sawit dengan komoditi lain seperti kacang, umbi – umbian, jagung dan lainnya.
“Artinya tidak boleh ditebang saja, tunggu 2 tahun tapi pemerintah diam, enggak, tapi kita berharap intervensi jagung, atau umbi- umbian, kacang- kacangan bisa mengintervensi sambil menunggu sawit yang sudah di replanting berproduksi sehingga kesejahteraan perani tetap terjaga,” tegas Syahrul.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalsel, Roy Rizal Anwar mengatakan Provinsi Kalsel sebagai salah satu daerah penghasil kelapa sawit memainkan peran yang penting. Terkait hal ini, pemerintah Provinsi Kalsel telah mengambil langkah kongkret menuju pembangunan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, yakni melalui peraturan Gubernur No.013 tahun 2023 tentang rencana aksi daerah perkebunan kelapa sawit berkelanjutan (RAD-KSB) Provinsi Kalimantan Selatan 2022 -2024.
“Kami telah menetapkan arah yang jelas untuk mewujudkan visi dan misi Kalimantan Selatan, yakni Kalsel maju (Makmur, Sejahtera dan Berkelanjutan) sebagai gerbang ibu kota Negara,” kata Roy.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan), Andi Nur Alamsyah, mengatakan Kementan melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan saat ini berupaya memperbaiki tanaman perkebunan yang telah tua/rusak/tidak menghasilkan dengan penggantian tanaman melalui kegiatan peremajaan ataupun rehabilitasi.
Sesuai data statistik perkebunan tahun 2022, tercatat hampir 30 persen dari total luas perkebunan di Indonesia dalam kondisi tua/rusak/tidak menghasilkan.
“Sehingga jika kondisi tersebut dibiarkan akan mempengaruhi produksi perkebunan kita bahkan berdampak juga pada penurunan devisa negara,” kata Andi.