Survei yang dilakukan PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) pada pekebun dan perusahaan perkebunan kelapa sawit menunjukkan saat ini harga rata-rata TBS Rp1600/kg dan tiap hari turun terus. Harga turun tidak masalah asal jangan menyentuh harga psikologis dibawah Rp1000/kg. “Kalau sudah seperti ini maka petani bukan lagi sudah tidak bisa memupuk tetapi tidak bisa makan,” kata Ratnawati Nurkhoiry, Kepala Kelompok Peneliti Sosial Tekno Ekonomi , PPKS.
Kalau skenario optimistis pemerintah yang menyatakan Juli sudah normal maka petani masih mampu bertahan selama 2 bulan ke depan. Kalau pandemi ini belum usai dalam 3-4 bulan mendatang maka ketahanan pangan pekebun akan terganggu. Kejahatan akan marak bukan saja pencurian TBS tetapi motor dan lain-lain.
Petani harus punya penghasilan lain selain dari sawit yaitu menanam tanaman pangan. Saat ini petani rata-rata monokultur. Kalau ekonomi bagus petani bisa sambil berdagang kalau sekarang tidak mungkin. PPKS sering memberi edukasi supaya petani jangan tergantung pada satu komoditi saja.
Hasil survei lainnya adalah beberapa kegiatan di kebun yang berkurang yaitu pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama penyakit, perawatan jalan parit, tunasan dan perawatan piringan. Penyebabnya perusahaan perkebunan menerapkan social distancing dengan mengurangi jumlah pegawai per hektar untuk mengurangi kerumunan. Dengan pengurangan ini maka terjadi penurunan produksi TBS dari 2,13 ton TBS/ha/bulan sebelum pandemi menjadi 1,8 ton/ha/bulan.
Ketersediaan pupuk dan bahan kimia (pestisida) menurun karena terjadi gangguan logistik input. PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) membuat transportasi pupuk dan pestisida terganggu. Apalagi pupuk kelapa sawit adalah pupuk non subsidi yang bahan bakunya sebagian besar impor, juga pestisida. Banyak negara asal bahan baku lock down.
Sebelum pandemi survei terhadap 60 responden adalah pembelian TBS 56,7% di bayar tunai, 11,7% ditunda dibawah 3 hari dan 10% ditunda dibawah 1 minggu. Setelah pandemi yang dibayar cash berkurang jadi 51,7%, ditunda 3 hari naik jadi 13,3%, ditunda di bawah 1 minggu turun jadi 8,3% berpindah ke ditunda diatas satu minggu yang sebelumnya kecil menjadi 8,3%. Hal ini menunjukkan kemungkinan cash flow pengumpul dan PKS mulai terganggu.
Produksi baik di petani maupun perusahaan juga turun karena sedang trek. Produksi rendah , harga yang turun dan ekonomi membuat cash flow pekebun dan perusahaan mulai terganggu. Dalam kondisi ini maka dilakukan efisiensi.
Dari 46 responden sekitar 50% efisiensi yang dilakukan adalah pemangkasan biaya pemupukan, 43,5% biaya pemiliharaan dan sisanya 6,5% Tetapi pemangkasan biaya pemupukan dan pemeliharaan ini hanya bisa dilakukan dalam jangka pendek 2-3 bulan saja. Kalau keterusan sampai semester 2 tidak dipupuk juga maka produksi tahun 2021 akan turun.
Perusahaan bisa melakukan efisiensi tetapi yang tidak berpengaruh dalam jangka panjang. Sedang petani kalau sudah masuk dalam peremajaan sawit rakyat sebaiknya diteruskan saja.
Petani selain kesulitan dengan harga pupuk yang naik juga pupuk mulai susah di dapat. Sedang perusahaan pada umumnya punya stok pupuk. Pengadaan pupuk untuk penggunaan semester 1 tahun ini dilakukan pada semester 2 tahun lalu. Nanti pada semester 2 kalau berlanjut maka akan terkendala pengadaannya.