Ambon – Benar, bahwa saat ini permintaan akan komoditas perkebunan terus meningkat baik untuk dalam ataupun luar negeri. Bahkan pasar akan permintaan komoditas perkebunan sudah mengarah kepada perkebunan organik.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Perlindungan Perkebunan, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, Dudi Gunadi selepas penandatangan kerjasama petani pala dengan eksportir hasil perkebunan, di Ambon.
Tidak hanya pasar yang terbuka, menurut Dudi pihaknya saat ini lebih mengarah kepada perkebunan organik karena hal tersebut amanat UU bahwa saat ini pola perkebunan secara sustainable (berkelanjutan). Kemudian dari UU tersebut diperkuat lagi oleh Presiden RI, Joko Widodo untuk bisa melepaskan ketergantungan oleh import-import yang tidak dikuasainya. Seperti diketahui bahwa bahan baku pupuk kimia tidak sedikit yang berasal dari negara luar.
“Dari situlah maka muncul desa-desa organik, seperti saat di Provinsi Maluku ini dikembangkan desa organik pada sektor perkebunan, yaitu perkebunan pala cengkeh, dan kelapa. Memang saat ini jumlah desa perkebunan organik sudah terdapat sekitar 150 desa,” papar Dudi kepada perkebunannews.com.
Bahkan, Dudi pun membenarkan bahwa pasar untuk perkebunan organik lebih menarik. Hal ini dapat dilihat dari permintaan dari negara-negara Amerikan dan Uni Eropa sebagai pengolah hasil-hasil perkebunan asal Indonesia, diantaranya kakao, kopi, pala dan lainnya.
Lebih lanjut, tingginya permintaan akan hasil perkebunan karena hasil perkebunan tidak hanya untuk indsutri makanan dan minuman saja. Tapi juga untuk industri kosmetik, bio massa, kesehatan dan lainnya.
Jadi itu semua bisa dilihat dari beberapa tahun belakangan ini akan permintaan akan sektor perkebunan yang berbasis organik lebih tinggi dan harganya pun lebih seksi, tertuma produk-produk yang bisa dikonsumsi secara langsung oleh konsumen. “Ini karena kesadaran konsumen untuk bisa mengonsumsi produk-produk yang aman, ramah lingkungan sehingga berdampak kepada kesehatan tubuh,” papar Dudi.
Tapi, Dudi menyayangkan, masih ada sebagian orang yang menganggap perkebunan organik mempunyai produktivitas yang rendah atau dibawah perkebunan yang menggunakan pupuk kimia. Padahal itu tidaklah tidaklah benar.
Memang harus diakui perubahan pola dari perkebunan yang non organik menjadi perkebunan organik untuk tahun pertama akan mengalami penurunan produktivitas. Namun, di tahun ketiga produktivitas untuk perkebunan organik akan kembali normal, bahkan di tahun-tahun berikutnya bukan tidak mungkin produktivitasnya akan mengalami peningkatan.
Bahkan, harga untuk hasil perkebunan organik lebih tinggi ketimbang harga hasil perkebunan yang menggunakan pupuk kimia. “Ini karena hasil yang didapat dari perkebunan organik memiliki kualitas yang jauh lebih baik daripada yang didapat dari perkebunan yang non organic,” tutur Dudi.
Hal tersebut karena menurut Dudi, kesuburan tanah bisa kembali, organisme yang ada didalam tanah juga kembali, dan yang paling penting unsur hara yang tadinya terikat karena penggunaan kimia yang berlebih bisa kembali terlepas. Alhasil akan tercipta keseimbangan tanah yang menyebabkan support kepada kualitas hasil perkebunan yang jauh lebih baik.
Memang untuk tahun pertama mengalami produkyivitas akan turun, tapi di tahun 3 akan kembali normal. Semua itu tergantung dari unsur hara yang diberikan ke tanah dan seberapa lama penggunaan bahan kimia yang digunakannya. Sebab, jika sudah terlalu lama menggunakan bahan kimia, maka akan semakin banyak juga unsur hara yang harus dikembalikannya.
“Namun, perlu diketahui bahwa penurunan produktivitas itu akan dikonversi dengan tingginya harga dari hasil-hasil yang organik. Sebab harga komoditas organik jauh lebih tinggi. Bahkan permintannya sangat terbuka dan jauh lebih banyak. Sehingga dalam hal ini pendapatan petani akan lebih tinggi,” papar Dudi.
Disisi lain, Dudi membenarkan, belum semua petani melakukan pola budidaya organik. Tapi, pihaknya optimis untuk selalu menghimbau agar petani untuk melakukan budidaya organik. Artinya apapun tanamannya pemberian pupuk tetap harus dilakukan.
Tapi gunakanlah pupuk yang ramah lingkungan atau mengarah kepada berbahan organik. Untuk itu, pihaknya juga akan mengajarkan bagaimana melakukan budidaya organik serta apa saja manfaaat yang didapatkannya dengan melakukan pola organik tersebut.
Tidak hanya itu, saat ini pemerintah dalamhal ini Ditjen perkebunan tidak hanya melakukan pendampingan kepada petani untuk melakukan budidaya perkebunan organik. Namun juga membatu melakukan sertifikasi organik untuk satu periode dimana biasanya satu periode biasanya 2 atau 3 tahun. Hal ini dilakukan karena untuk melakukan sertifikasi organik diperlukan dana yang tidak kecil.
“Setelah mereka mengetahui dampak dan berharganya produk-produk organik ini maka akan dengan sendirinya akan menyisihkan hasil penjualan dari priduk organik tersebut untuk memperpanjang sertifikasi organik diperiode selanjutnya,” harap Dudi.
Sehingga, Dudi mengatakan, “bahwa program ini akan dilakukan secara berkelanjutan, dan sekarng sudah masuk pendampingan untuk bisa memenuhi syarat sertifikasi organik”. YIN