Pandemi Covid-19 yang melanda dunia tanpa kecuali, baik negara maju atau berkembang, membuat beberapa pabrik ban global dengan merek besar yang selama ini telah merajai dunia menghentikan operasinya. Mereka berhenti sementara memproduksi ban.
“Mereka minta jadwal pengapalan karet yang sudah disepakati di tunda. Bahkan ada yang berani mcmembatalkan pembelian. ,” kata Moenardji Soedargo, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO) dalam perbincangan dengan Media Perkebunan.id.
Pabrik crumb rubber selama ini beroperasi dengan mengandalkan pasokan dari petani. Dalam rantai pasok petani, pedagang sampai pabrik ini untuk mengolah bokar dari rakyat sampai menjadi SIR, perlu waktu lama sampai 1,5 bulan.
Ketika barang sudah siap,pembeli tidak siap mengambil. Pabrik jadi kepenuhan barang yang sudah diproses.
“Ini menjadi beban cash flow yang berat bagi pabrik. Barang yang sudah jadi berdasarkan kontrak pembelian memenuhi pabrik. Ibaratnya orang mau jualan di Tanah Abang, sudah menyetok banyak ditoko tahunya toko tidak boleh dibuka. Ini kondisi yang berat sekali sehingga banyak pabrik yang tidak sanggup menanggungnya,” katanya.
Meskipun bahan baku yang masuk ke pabrik berkurang dibanding sebelumnya tetapi dengan berhentinya pengapalan sampai beberapa bulan kedepan membuat pabrik menjadi penuh. “Kondisi ini sangat memprihatinkan. Saya tidak tahu pemerintah sadar atau tidak tetapi imbasnya sangat terasa dalam semua rantai pasok karet dari pabrik sampai petani,” katanya.
Ekonomi China memang mulai bekerja setelah full lock down di Wuhan selama 3 bulan, tetapi mereka sendiri memperkirakan perlu waktu 9 bulan untuk kembali ke kondisi semula. “Secepat apa mereka siap dan seberapa besar daya serapnya itu yang menjadi perhatian kita. China memproduksi ban bukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya saja tetapi untuk ekspor. Bagaimana bisa mengekspor kalau negara tujuannya saja masih tiarap,” katanya.