Jakarta, mediaperkebunan.id – Praktisi Pabrik Kelapa Sawit yang tergabung dalam Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (P3PI) siap meninjau dan mengkaji Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Steamless Pomeless Palm Oil Technology (SPPOT). Ketua Bidang Pabrik Kelapa Sawit P3PI, Posma Sinurat menyatakan hal ini.
“Kami praktisi pabrik kelapa sawit baik konsultan maupun maupun manager yang sehari-hari berada di PKS. Bila ada teknologi baru ditawarkan pada owner maka kami yang diminta saran. Pabrik SPPOT sendiri kami baru dengar paparan setara teori saja sehingga kalau owner bertanya tentang teknologi ini kami akan menilai sejauh yang kami tahu dari paparan yang sudah diterima. Sedang prakteknya karena belum pernah melihat secara langsung kami belum mendapat gambaran. Karena itu kalau ada pabrik yang sudah berdiri kami siap meninjau dan mengkaji, mungkin juga mengusulkan perbaikan,” kata Posma.
Beberapa hal yang menjadi pertanyaan praktisi mengenai PKS SPPOT ini adalah biaya mengubah TBS jadi brondolan dan memisahkan mesocarp dengan kernel di kebun. Alat apa yang digunakan, energi apa yang digunakan dan berapa biayanya. Jika alat ini menggunakan bahan bakar bisa saja bianya sama dengan penggunaan steam di PKS konvensial. Palm Mesocarp Oil (PMO) juga masih asing bagi praktisi yang menghasilkan CPO. Praktisi ingin tahun PMO itu baik pasar maupun harga ketika sudah diproduksi.
P3PI minta para peneliti bidang olahan sawit ini selalu berinteraksi dengan praktisi sehingga teknologi yang dihasilkan layak secara ekonomi, terbukti lebih unggul, lebih efisien. “Kami terbuka memberi masukan pada periset baik di kementerian/lembaga, perguruan tinggi untuk bekerjasama memandang dari sudut pengguna teknologi,” kata Posma lagi.
Menurut Lila Hasryah Bachtiar, Direktur Industri Kemurgi, Oleokimia dan Pakan, Ditjen Industri Agro, Kemenperin mendukung pabrik ini berupa:
- Perizinan pabrik SPPOT dan Impurities Removal Unit (IRU);
- Tata niaga produk biofuel secara retail dan tata laksana penggunaan minyak sawit merah untuk mengatasi stunting secara regional/perdaerah;
- SNI PMO sebagai produk SPPOT;
- Penguatan riset dan pengembangan sistim industri SPPOT;
- Identifikasi emisi karbon SPPOT, memaksimalkan nilai ekonomi karbon dan dukungan carbon trading untuk meningkatkan keekonomian pabrik SPPOT;
- Green financing untuk investasi dalam rangka penggantian pabrik kelapa sawit konvensional dengan pabrik SPPOT;
- Peningkatan TKDN pabrik SPPOT.
Optimalisasi nilai ekonomi karbon dengan teknologi SPPOT meningkatkan keekonomian dan image positif sawit Indonesia yang berwawasan lingkungan dan lestari berkelanjutan.
Kemenperin mendorong peralihan PKS konvensional ke SPPOT karena teknologi konvensional memerlukan uap panas, menyebabkan kandungan klorin (tidak sehat), kurang ramah lingkungan, emisi CO2 tinggi, menghasilkan timbunan limbah cair POME.
Sedang pabrik SPPOT menghasilkan PMO dengan keunggulan bahan pangan masyarakat dan media penghantar nutrisi vitamin A dan E; emisi karbon lebih rendah 75%; stabilitas oksidasi PMO tinggi; kapasitas produksi modular kecil (5-10 ton/jam); dapat dibangun di lokasi yang tidak ada sumber air baku; tidak memerlukan ekstensifikasi lahan dan mendongkrak perolehan minyak sawit mentah bahan baku industri.
Teknologi SPPOT akan mengubag signifikan image industri kelapa sawit nasional antara lain emisi karbon yang rendah (benefit nilai ekonomi karbon); minyak bernutrisi untuk masyarakat; ketersediaan bahan bakar terbarukan (bensin sawit) dan pemberdayaan pekebun melalui kepemilikan pabrik skala kecil.
Petrus Tjandra, penggagas teknologi SPPOT menyatakan pabrik ini sangat efisien sebab hanya mengolah mesokarp. Dari kebun dengan alat khusus dipisahkan mesokarp dan kernel. Karena mengolah mesokarp sehingga tidak perlu uap. PKS selama ini mengolah TBS sehingga transportasi bulky dan tandan kosong jadi limbah. Dalam tandan kosong juga masih ada kandungan minyak.
Pabrik SPPOT ini sudah berdiri di Muaro Jambi dan akan dipindahkan ke Joggol milik IPB untuk menjadi show case bagi siapa saja yang mau melihat teknologi ini. P3PI disilakan untuk meninjau bila pabriknya sudah berdiri dan beroperasi di Jonggol.