2021, 3 Oktober
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Saat ini harga CPO sedang bagus-bagusnya, sehingga harga TBS juga ikut naik. Tetapi disisi lain harga pupuk juga ikut naik, bahkan bisa setiap minggu. Dalam kondisi demikian apa yang harus dilakukan oleh planter ? Bisakah penggunaan pupuk dikurangi untuk menghemat pengeluaran tetapi produksi tidak terlalu jatuh ?

Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia lewat online training berjudul Menyiasati Manajemen Pemupukan di Perkebunan Sawit dikala harga pupuk tinggi, berusaha menjawab pertanyaan ini. Dengan pembicara utama Marlon Sitanggang yang sudah malang melintang di berbagai group perusahaan maka jawababnya dengan tegas adalah tidak. Jangan coba-coba menghemat dengan mengurangi penggunaan pupuk tetapi lakukan berbagai upaya agar penggunaan pupuk bisa efisien.

Dosis rata-rata rekomendasi pemupukan tanaman menghasilkan (tanpa melihat analisa daun dan tanah) menurut PPKS (1998) untuk umur 9-13 adalah 8,75 kg/pokok/tahun terdiri dari urea 2,75 kg, SP-36 2,25 kg, MOP 2,25 kg, Kieserite 1,5 kg. Dengan dosis sesuai anjuran maka biaya pembelian pupuk perpokok/tahun adalah Rp60.931 terdiri dari urea Rp19.016, SP-36 Rp15.116, MOP Rp20.898, Kieserite Rp5.901. Biaya pembelian pupuk perha/tahun Rp8.286.594.

Bila dosis pupuk dikurangi 25% maka penghematan pembelian pupuk Rp2.071.648 /ha/tahun. Konsekuensinya adalah produksi TBS turun 1.500 kg/ha/tahun. Nilai kehilangan hasilnya adalah Rp3.450.000/ha/tahun. Jadi kerugian mencapai Rp1.378.352. Semakin besar penghematan maka nilai kerugiannya akan semakin besar. Jadi jelas mengurangi penggunaan dosis pupuk sama sekali jangan pernah dilakukan.

Tidak mengurangi dosis pupuk semakin mendapat pembenaran karena saat ini harga CPO sedang tinggi otomatis harga TBS juga ikut tinggi. Apalagi curah hujan tahun 2021 ini baik seperti tahun 2020 lalu. Tahun 2018 produksi CPO melonjak jadi 42,88 juta ton dari 34,94 juta ton tahun 2017. Salah satu faktornya adalah curah hujan yang 2016-2017.

Baca Juga:  PEMBANGUNAN PERKEBUNAN HARUS FOKUS PADA PEKEBUN

Produksi tahun 2019 memang meningkat jadi 48, 42 juta ton tetapi tidak sebesar 2017 ke 2018. Dengan melihat siklus 2016. 2017, 2018 ada kemungkinan berulang ditahun 2021, 2022 dan puncak produksi 2023. Jadi jangan sampai momen ini tidak terjadi karena pengurangan pupuk.

Bukan mengurangi penggunaan pupuk yang dipilih tetapi meminimalkan risiko kehilangan. Secara teori pupuk yang diberikan pada tanaman 21% hilang karena tercuci aliran air permukaan dan 19% karena evaporasi. Pupuk yang masuk ke dalam tanah tinggal 60%. Di dalam tanah imobilisasi mikroba 5%, fiksasi liat 30%, pencucian 13% juga ada minerealisasi tanah sehingga yang diserap tanaman hanya 12%.

Hal yang bisa dilakukan adalah mengelola aplikasi pupuk sehingga bisa meningkatkan penyerapan. Pupuk yang hilang karena penguapan umumnya adalah urea, ZA dan AC. Cara menghindari penguapan berlebihan adalah piringan harus bersih, aplikasi tabur merata di pinggir piringan, dilakukan pada kondisi tanah lembab tidak tergenang. Hindari aplikasi pada curah hujan tinggi dan kemarau.

Untuk menghindari kehilangan karena aliran permukaan maka dilakukan tanam Legum Cover Crop pada masa TBM; susun pelepah secara box pater; kelola tanaman penutup tanah; pembuatan teras, tapak kuda, rorak, slit pitnd; pembuatan stop bund.

Menekan pencucian unsur hara dengan aplikasi bahan organik, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan water holding capacity, menyusun pelepah box pattern.

Pengikatan unsur hara phospate menjadi penyebab keasaman tanah. Tanah masam harus diaplikasi dengan pupuk kandungan Ca tinggi. Pupuk yang digunakan harus keasamannya rendah. Harus diaplikasikan bahan organik dan mengendalikan gulma indikator P rendah (pakis kawat, senduduk dan lalang).