Jakarta, mediaperkebunan.id – Cangkang kelapa sawit sebagai salah satu biomassa nabati bakal dipakai Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan PT Haltraco Sarana Mulia untuk menjadi bahan pembuatan purwarupa atau proitipe teknologi produksi aditif karbon (carbon additive).
Niat kedua pihak itu, seperti dikutip Mediaperkebunan.id dari laman resmi BRIN, Minggu (21/6/2025), dituangkan dalam sebuah perjanjian kerjasama yang digelar di Gedung. BJ. Habibie, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).
Cuk Supriyadi Ali Nandar selaku Kepala OREM BRIN dan Iben Rifa sebagai Direktur Utama PT Haltraco Sarana Mulia membubuhkan tandatangan masing-masing pada perjanjian kerjasama tersebut.
“Kerjasama ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan industri terhadap sumber energi yang lebih ramah lingkungan serta upaya optimalisasi pemanfaatan limbah biomassa,” ucap Kepala OREM BRIN, Cuk Supriyadi Ali Nandar, saat berpidato sesuai acara penandatanganan kerjasama itu.
Kata dia, cangkang sebagai limbah padat hasil dari industri kelapa sawit memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi aditif karbon komponen penting dalam berbagai sektor.
“Seperti metalurgi, energi, dan material teknik,” ungkap Cuk Supriyadi Ali Nandar lebih lanjut.
Dirinya menyampaikan bahwa kerjasama ini merupakan bagian dari strategi hilirisasi hasil riset BRIN, khususnya dalam bidang energi terbarukan dan teknologi material. Pihaknya melihat potensi luar biasa dari limbah biomassa seperti cangkang kelapa sawit, dan melalui pendekatan teknologi, bahan ini dapat mereka ubah menjadi sumber energi karbon rendah.
“Tentunya yang bernilai tinggi, serta diyakini kalau selanjutnya produk ini berpotensi sangat tinggi untuk ekspor maupun di dalam negeri,” ujarnya.
Cuk Supriyadi Ali Nandar juga menyampaikan dalam kerja sama ini, pihaknya melibatkan para peneliti di tiga pusat riset yang ada di dalam BRIN itu sendiri.
“Yakni Pusat Riset Teknologi Industri Proses dan Manufaktur, Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi, dan Pusat Riset Teknologi Kekuatan Struktur,” ungkap Cuk Supriyadi Ali Nandar.
Dia menegaskan bahwa adapun tujuan kerjasama kedua belah pihak untuk melakukan pengembangan purwarupa atau prototipe teknologi produksi aditif karbon yang berbahan baku biomassa.
“Khususnya dari cangkang kelapa sawit yang efisien dan efektif agar mampu menjawab tantangan industri carbon additive di Indonesia,” ucap Cuk Supriyadi Ali Nandar lagi.
Sementara itu Wakil Kepala BRIN, Amarulla Octavian, yang turut menyaksikan penandatanganan kerjasama tersebut memberikan penilaian dari perspektif kelembagaan.
Kata Amarullah Octavian, kerjasama ini juga sejalan dengan mandat BRIN untuk mendorong kolaborasi antara peneliti dan pelaku usaha dalam mempercepat adopsi teknologi hasil riset.
“BRIN ini tidak hanya melaksanakan riset for science, tapi juga for application dan for policy. Jadi riset yang kami lakukan adalah untuk menjawab kebutuhan nyata masyarakat, industri, maupun pemerintah,” jelas Amarulla Octavian.
Amarulla Octavian menekankan bahwa pengembangan carbon additive dari biomassa adalah salah satu solusi konkret dalam menjawab tantangan energi terbarukan di tengah ketidakpastian global, seperti konflik geopolitik yang mempengaruhi pasokan minyak dunia.
“Inovasi seperti ini akan menjadi alternatif penting dalam menyongsong masa depan energi Indonesia. Kita tidak bisa terus bergantung pada sumber energi fosil yang pasokannya kian terbatas,” tutur Amarulla Octavian.
Di samping itu, kata dia, dalam pelaksanaannya, kerjasama ini mencakup mulai dari desain, purwarupa, serta berbagai analisa. Pihaknya berharap peralatan yang ada di-scale up oleh kalangan industri terkait untuk dijadikan peralatan produksi dari bahan cangkang kelapa sawit menjadi aditif karbon yang nilai ekonominya lebih tinggi.
Dia menegaskan bahwa BRIN mendukung dari sisi riset dan penguasaan teknologi, sementara PT. Haltraco Sarana Mulia akan berperan dalam uji coba industri serta perencanaan komersialisasi. Pihaknya berharap melalui kerjasama ini tercipta model kolaborasi riset dan industri yang mampu menghasilkan solusi teknologi berbasis sumber daya lokal.
“Sekaligus mendukung agenda nasional dalam transisi menuju energi bersih dan ekonomi berkelanjutan,” tegas Amarulla Octavian.