Penghentian pungutan oleh BPDPKS ketika harga ekspor CPO dibawah USD500/ton dari semula USD50/ton diharapkan akan menaikkan harga TBS. “Ada hubungan positif antara nol pungutan dan harga TBS. Naiknya CPO di pasar ekspor akan ikut menaikkan harga CPO lokal,” kata Prof Ponten Naibaho, penyusun standar teknis Permentan no 1 tahun 2018 tentang penetapan pedoman penetapan harga pembelian tandan buah segar produksi pekebun, kepada Perkebunannews.com
Sejalan dengan naiknya harga perolehan ekspor maka harga penjualan rerata tertimbang (CPO ekspor dan lokal) akan meningkat. Diharapkan terjadi kenaikan harga TBS sebesar Rp118/kg. Permentan nomor 1 tahun 2018 penetapan harga berdasarkan ekspor dan lokal.
Tujuannya Permentan ini adalah untuk menjaga petani dan perusahaan pemilik pabrik kelapa sawit supaya sama-sama untung dan berkembang.
‘Saya sudah terlibat dalam pembuatan pedoman harga pembelian TBS pekebun ini sejak tahun 1985. Dibentuk supaya petani tetap untung mitra perusahaan juga untung. Petani tidak mampu membangun PKS sehingga harus bermitra dengan pemilik PKS. Kalau tidak diatur maka bisa saja petani menyetor buah asal-asakan akibatnya petani rugi PKS juga rugi sehingga semua hancur. Dengan adanya pedoman ini dua-duanya bisa berkembang,” katanya.
Di tempat terpisah, Dirjen Perkebunan ,Bambang, menghimbau industi pengolahan kelapa sawit untuk membeli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari petani sesuai dengan ketetapan harga tiap wilayah. Hal ini berkaitan dengan penghapusan sementara pungutan bagi produk CPO dan turunannya.
“Kami minta konsistensi industri kelapa sawit, dengan tidak adanya pungutan bisa menjamin untuk membeli TBS rakyat seharga yang ditetapkan gubernur sebagai acuan,” katanya.
Dihapuskannya pungutan membuat ada tambahan USD50 yang diterima eksportir. Tambahan ini diharapkan salah satunya adalah untuk meningkatkan pembelian harga TBS dari petani.