Jakarta, Mediaperkebunan.id
Melarang (ban) kelapa sawit oleh Uni Eropa sama sekali tidak memperbaiki sustainable global baik dilihat dari aspek sosio ekonomis maupun perspektif lingkungan. Riset yang dilakukan lembaga konsultan Denmark, (Conpehagen Economics) menunjukkan bahwa ekspor Uni Eropa senilai hampir 40 miliar euro dan lebih dari 350 pekerja di seluruh Eropa menggantungkan hidupnya pada perdagangan dengan negara produsen kelapa sawit. Arie Malayangyudo, penulis buku “Mungkinkah Dunia Tanpa Minyak Sawit” menyatakan hal ini pada Peluncuran Buku, Kuliah Umum dan Talk Show yang diadakan Media Perkebunan.
Jika Uni Eropa melarang penggunaan biofuel berbahan dasar sawit maka sekitar 18 ribu lapangan kerja di Uni Eropa berisiko tindakan balasan perdagangan. Padahal sedikitnya 354 ribu pekerjaan di Uni Eropa tergantung pada perdagangan dengan Malaysia, Indonesia dan Thailand. Ekspor senilai 39,5 miliar euro diseluruh sektor industri kunci Uni Eropa tergantung pada perdagangan dengan Malaysia, Indonesia dan Thailand.
Dampak negatif terhadap negara-negara Eropa adalah Jerman berpotensi kehilangan 5.460 lapangan kerja dan ekspor senilai 626 juta euro; Inggris berpotensi kehilangan 1.725 lapangan kerja dan ekspor senilai 194 juta euro; Perancis berpotensi kehilangan 2.787 tenaga kerja dan ekspor senilai 309 juta euro; Italia berpotensi kehilangan 1.737 lapangan kerja dan ekspor senilai 193 juta euro; Spanyol berpotensi kehilangan 785 lapangan kerja dan ekspor senilai 87 juta euro.
Dari aspek lingkungan kelapa sawit hanya menggunakan 6% total lahan global yang digunakan untuk minyak nabati sedang produksinya mencapai 36% dari total produksi minyak nabati dunia; kedelai 40% total lahan 26% total produksi, rape and mustard 12% total lahan 12% total produksi, bunga matahari 8,5% total lahan 9% total produksi, kacang tanah 9% total lahan 2,4% total produksi, cottonseed 11% total lahan 2,1% total produksi, zaitun 2,1% total lahan 1,4% total produksi; kelapa 4% total lahan 1,2% total produksi, sesameseed 3,4% total lahan 0,4% total produksi.
Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2018, bahwa mengganti kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati global tahun 2017 sebesar 210 juta ton oleh minyak nabati jenis lain hanya akan menyebabkan semakin banyak hutan primer dan ekosistem lainnya dikonversi menjadi lahan perkebunan, bukan sebaliknya.
Produksi minyak kelapa sawit kalau dikonversi ke kedelai membutuhkan 482,08 juta ha, rapeseed 306,72 juta ha, bunga mahatari 302,9 juta ha sedang kelapa sawit hanya 52 juta ha. Jadi No Palm Oil artinya sama dengan No Forest.
Dengan ISPO dan MSPO merupakan solusi untuk menekan emisi Gas Rumah Kaca dan pengaruh terbatas pada penggunaan lahan dan deforestasi. Karena kelapa sawit sangat menunjang tercapainya SDGs maka siapa saja yang berkata no pada kelapa sawit artinya berkata tidak juga pada pencapaian tujuan SDGs. RED II dan ILUC tidak akan menyelamatkan hutan tropis bahkan akan membuat semakin banyak deforestasi.
“Jadi label no palm oil harus ditambah menjadi no palm oil more deforestation. Mungkinkan dunia tanpa minyak sawit jawabanya adalah tidak mungkin. Mencoba hidup sehari saja tanpa minyak sawit hampir tidak mungkin. Makanan olahan, kosmetik, pakaian bahkan energi semuanya mengandung komponen kelapa sawit,” kata Arie.