Harga karet ditentukan pasar internasional. Tidak ada pabrik di negara manapun yang bisa menentukan harga karet. “Posisi kita adalah price taker, penerima harga yang terbentuk di pasar internasional. Harga karet referensinya adalah Singapore Commodity Exchange (SICOM, bursa berjangka Singapura),” kata Uhendi Haris, Sekjen Dewan Karet Indonesia.
Kalau hanya mengotak-ngatik bokar bersih saja tetapi harga di SICOM tidak naik-naik maka tidak akan mengangkat harga karet ditingkat petani. Harga SICOM otomatis ditransmisikan langsung ke petani.
.
Harga Singapura yang jadi titik kritis. Sekarang baik ITRC (International Tripartite Rubber Council) dan IRCO (International Rubber Consortium Limited) sudah melihat bahwa mekanisme pembentukan harga di SICOM tidak dibentuk oleh fundamental yang sebenarnya.
“Dari sisi stok, saat ini normal tersedia untuk 2,5 bulan operasi saja. Dilihat dari neraca perdagangan, tahun 2018 demand sudah sedikit diatas produksi. Dengan kondisi seperti ini kenapa harga tidak naik ? Pasti ada yang salah di SICOM,” katanya.
Saat ini pemerintah dalam hal ini Kemenko Perekonomian dan Kemendag sangat aktif di ITRC untuk melakukan pembatasan ekspor (AETS, Agreed Export Tonnage Scheme). Terakhir sudah ada kesepakatan untuk mengurangi ekspor sampai 240.000 ton yang akan mulai berlaku 1 April dan Gapkindo (Gabungan Pengusaha Karet Indonesia) sangat mendukung.
Apa yang dilakukan tiga negara ini adalah diplomasi tingkat internasional untuk bersama-sama menimbulkan efek psikologis positif ke pasar, dan ternyata berhasil, terbukti ada kenaikan harga.
“Memang perlu energi dan biaya besar untuk mempengaruhi pasar. Tetapi kalau dihitung biaya yang sudah dikeluarkan masing-masing pihak menjadi tidak ada artinya dengan kenaikan harga ini. Harga yang bulan November USD127 cent/kg menjadi USD147cent/kg , dengan penjualan puluhan ribu ton setiap bulan maka akumulasinya cukup besar,” katanya.
SICOM merupakan pasar berjangka yang mengandalkan informasi kontrak jangka panjang untuk penyerahan ke depan . Setiap isu dipasar harus dilawan dengan informasi dari produsen. Negara-negara produsen harus kompak menyampaikan informasi ke pasar yang membuat harga bergerak naik.
Sekarang tinggal menunggu realisasi dari AETS ini. Mekanisme lain yang disepakati ITRC adalah suply menchanism Scheme (SMS) yang mengatur peremajaan dan penanaman baru di masing-masing negara dan sudah disepakti.
Ada Straregis Market Operational yang merupakan domain IRCO tetapi sampai sekarang belum bisa dilakukan. Lewat SMO ini ketika harga rendah maka IRCO membeli karet untuk stok dan menjual dengan harga tinggi. Perlu dana besar supaya bisa bekerja, Thailand, Indonesia dan Malaysia belum bisa merealisasikannya.
Ada juga demand promotion scheme di mana masing-masing negara menyerap karet secara massal yang diproduksi negara bersangkutan untuk penggunaan di dalam negeri. Indonesia berencana membuat aspal karet, Thailand dan Malaysia juga.