Jakarta, Mediaperkebunan.id
Perdagangan pupuk dunia sejak Juni-Juli mengalami penurunan karena kurangnya pasokan. Pasokan pupuk urea global berkurang karena China membatasi ekspor untuk mengamankan kebutuhan dalam negeri. Beberapa produsen pupuk di Amerika Serikat mengumumkan force majeur karena terdampak badai Ida. Surahmad, Kepala IFRI (Indonesia Fertilizer Research Institute) , PT Pupuk Indonesia menyatakan hal ini.
Permintaan pupuk DAP (Diammonium Phospate) meningkat di Amerika Serikat dan Brasil untuk kebutuhan pemupukan gandum dan kedelai sedang pasokan terbatas karena ada pembatasan ekspor dari pemerintah China dan Rusia.
Harga global pada triwulan III menunjukkan trend naik. Harga DAP Januari 2021 sekitar USD400/ton menjadi USD650-700/ton bulan Oktober. Urea dari USD250/ton menjadi USD600/ton. Sedang KCl masih di kisaran USD200/ton.
Harga pupuk berbasis fosfat (DAP) meningkat cukup significant pada September 2021 dan trendnya terus meningkat. Peningkatkan salah satunya dipicu oleh pembatasan ekspor batuan fosfat dari China. Harga pupuk urea global pada triwulan II berada di kisaran USD400/ton dan sempat turun hingga USD418/ton untuk kemudian meroket di bulan Oktober.
Produksi pupuk Indonesia utamanya adalah pupuk urea dan NPK. Produksi pupuk urea tahun 2020 sekitar 7,9 juta ton, NPK 3 juta ton, ZA 700.000 ton dan SP-36 400.000 ton. Sedang alokasi pupuk bersubsidi urea tahun 2020 4,02 juta ton atau menyerap 60-70% urea yang diproduksi pupuk Indonesia, NPK 2,88 juta ton, SP-36 800.000 ton, ZA 850.000 ton dan organik 220.000 ton.
Pupuk komersil (non subsidi) yang dijual di Indonesia utamamya adalah urea dan NPK baik untuk pasar dalam negeri atau ekspor. Konsumen pupuk urea komersil di dalam negeri utamanya adalah perusahaan perkebunan dan produsen pupuk NPK.
Sedang pupuk urea bersubsidi triwulan IV 2021 diperkirakan 1,12 juta ton dengan konsumsi terbesar Jawa Bali sebesar 57,6%. Penyaluran NPK bersubsidi diperkirakan 620,2 ribu ton dengan konsumsi terbesar di Jawa-Bali 52,8%.