Jakarta, mediaperkebunan.id – Bagi Kementerian Perindustrian, peningkatan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas produksi teknologi CPO menjadi sebuah keniscayaan dengan keterlibatan teknologi tinggi, tepat guna, dan adaptif terhadap kebutuhan industri.
Kelapa sawit merupakan komoditas yang paling siap mendukung pencapaian Net Zero Emission (NZE) sektor industri tahun 2050. Sawit Indonesia Emas 2045 telah diarahkan untuk mengeliminasi emisi karbon pada industri sawit nasional. Kata kuncinya adalah pengembangan sektor industri yang berkelanjutan (sustainable) dan mampu tertelusur (treaceable) sebagai prasyarat penerimaan produk hilir kelapa sawit di pasar global.
Kemenperin saat ini tengah menyusun Peta Jalan (Roadmap) Sawit Indonesia Emas 2045. Diharapkan pada tahun 2045 nanti, dapat tercapai postur industri kelapa sawit hulu hingga hilir yang berkelanjutan (sustainable) dan sejalan dengan ultimate goals pertumbuhan sektor industri yang mandiri, berdaulat, maju, berkeadilan, dan inklusif. Nilai ekonomi sektor kelapa sawit hulu – hilir nasional sendiri mencapai lebih dari Rp750 Triliun per tahun, setara dengan 3,5% Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional tahun 2023 yang mencapai Rp20.892 Triliun.
Tantangan utama adalah sertifkasi legilitas (sustainability) bahan baku minyak sawit diantaranya kebun sawit rakyat masuk kawasan hutan; menjamin ketersediaan bahan baku minyak sawit mentah melalui peningkatan produktivitas kebun rakyat dari semula 9,6 ton TBS/ha/tahun menjadi 23 ton TBS/ha/tahun; meningkatkan rendemen ekstraksi minyak sawit kebun rakyat dari 16,3% menjadi 24% antara lain melalui injeksi teknologi; menjaga kinerja ekspor CPO dan turunannya dari kampanye negatif dan pengenaan hambatan tarif dan non tarif di negara tujuan ekspor.
Tantangan lainnya adalah tuntutan pasar internasional atas minyak sawit mentah sebagai bahan baku industri hilir yang mempunyai nilai LCA rendah (minim emisi karbon) antara lain teknologi SPPOPT yang rendah emisi dan minim limbah cair. Optimalisasi nilai tambah biomassa sawit berupa tandan kosong, batang tua hasil peremajaan dan biomassa lainnya.
Praktek bisnis sawit hulu hilir yang responsible, sustainable dan traceable menjadi pre-requisite masuk pasar ekspor global. Peningkatan riset inovasi dan konsistensi kebijakan fasilitasi investasi baru/perluasan di bidang industri hilir sawit, termasuk untuk keperluan pangan.
Langkah jangka pendek menengah adalah dengan menjaga pasokan CPO dan turunannya sebagai bahan baku industri hilir dalam negeri melalui tarif pungutan ekspor yang progresif; injeksi teknologi pengolahan antara lain melalui program restrukurisasi mesin/peralatan pabrik SPPOPT; fasilitasi investasi melalui insentif fiskal / non fiskal antara lain Tax allowance, Tax Holiday, Kawasan Ekonomi Khusus dan kemudahan lainnya; pembentukan konsep komersialisasi hasil riset antara lain model industri led consortium khususnya untuk pangan fungsional; mendukung perbaikan tata kelola sawit melalui platform digital lintas K/L sebagai alat bantu pengambilan keputusan berbasis data real time seperti SIMIRAH (Sistim Informasi Minyak Goreng Curah).
Dukungan pemerintah untuk pengembangan SPPOT (Steamless Pomeless Palm Oil Technology) berupa perizinan pabrik SPPOT dan IRU (Impurities Removal Unit); tata niaga produk biofuel secara retail dan tata laksana penggunaan minyak sawit merah untuk mengatasi stunting secara regional/perdaerah; SNI PMO (Palm Mesocarp Oil) sebagai produk SPPOT; penguatan riset dan pengembangan sistim industri SPPOT; identifikasi emisi karbon SPPOT, memaksimalkan nilai ekonomi karbon dan dukungan carbon trading untuk meningkatkan keekonomian pabrik SPPOT; green financing untuk investasi dalam rangka penggantian pabrik kelapa sawit konvensional dengan pabrik SPPOT; peningkatan TKDN pabrik SPPOT. Optimalisasi nilai ekonomi karbon dengan teknologi SPPOT meningkatkan keekonomian dan image positif sawit Indonesia yang berwawasan lingkungan dan lestari berkelanjutan.