Share berita:

Menteri Pertanian Amran Sulaiman minta Ditjen Perkebunan untuk tetap fokus mengembangkan sub sektor perkebunan seperti rempah dan komoditas perkebunan strategis lainnya ke depan. Bahkan pengembangan sub sektor perkebunan diharapkan tak hanya di hulu saja tetapi sampai ke hilir juga. Nilai tambah perkebunan ada di hilir.

Program andalan yaitu Ditjenbun yaitu BUN 500 yaitu benih bermutu perkebunan 500 juta batang supaya bisa direalisasikan. Program ini diharapkan bisa dimanfaatkan langsung oleh petani untuk peremajaan, rehabilitasi dan perluasan.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan, Kasdi Subagyono menyatakan Bun500 artinya benih unggul 500 juta batang yang akan dihasilkan dalam 5-6 tahun kedepan. Setiap tahun akan diproduksi 80-90 juta batang benih perkebunan diluar tebu. Makna logistik benih adalah tidak hanya jumlah yang cukup tapi berkualitas.

“Benih yang dibagikan pada rakyat harus berkualitas. Jangan sampai setelah 3-4 tahun tanamannya tidak berbuah. Betapa sengasaranya rakyat setelah menunggu sekian lama tidak berbuah,” kata Kasdi lagi.

“Direktorat Jenderal Perkebunan melalui APBN menyediakan benih tanaman perkebunan dalam rangka tahun benih 2018. Ketersediaan benih unggul dipastikan mampu memenuhi kebutuhan, terutama untuk perkebunan rakyat,” kata Kasdi.

Kegiatan dukungan perbenihan perkebunan ini melalui APBN-P 2017 dan 2018, menyediakan benih bermutu tanaman perkebunan. Di mana dilaksanakan secara non swakelola dan swakelola dengan melibatkan UPT Pusat lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan, UPTD Perbenihan, maupun kelompok masyarakat.

Selain itu harus diperhatikan juga dimana memproduksi benih. Jangan sampai petani kopi dan kakao Maluku harus membeli benih dari Jember sehingga jadi mahal. Dalam BUN500 disainya adalan benih dibuat di lokasi pengembangan, peremajaan, perluasan dan rehabilitasi. Dengan cara ini maka akan murah.

Baca Juga:  Apical Group Gandeng RNI Perkuat Pasokan Minyak Goreng di Papua

Kementan sudah mengeluarkan Permentan nomor 18 tahun 2018 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani. Ditjenbun sekarang sudah mulai laksanakan hal ini.

Pengembangan kawasan ini penting sebab selama ini pemerintah sering didatangi investor yang akan membuat pabrik olahan. Misalnya pala menurut data produksinya bisa memenuhi kapasitas pabrik tetapi kenyataanya tidak.
Dulu konsep membangun pertanian adalah menyebar. Jadi bila ada daerah minta meskipun hanya 5-10 ha maka diberi. Akibatnya produksi menyebar dimana-mana dan perlu biaya besar untuk mengumpulkannya.

Dengan konsep kluster kawasan maka komoditas itu dikumpulkan dalam satu kawasan, bukan berarti satu hamparan, tetapi dipusatkan jadi keuggulan komparatif. Misalnya rempah maka Maluku menjadi kluster tersendiri. Kluster boleh satu desa, menyebrang desa, satu kecamatan, satu kabupaten bahkan menyebrang propinsi kalau satu wilayah yang kompetitivnessnya homogen.

Dengan cara ini membangun jadi lebih efisien dan efektif. Selama ini sering terjebak bahwa daya saing ditentukan oleh kualitas, padahal efisiensi yang mampu membuat biaya produksi lebih rendah sehingga bisa menjual lebih murah.

Selain tiga komoditas rempah yaitu pala, cengkeh dan lada , maka komoditas starategis lain yang menjadi fokus ditjenbun adalah kopi, karet, kakao, kelapa dalam dan tebu. Delapan komoditas ini digarap mulai dari benih, pembentukan kawasan dan hilirisasi.

Hilirisasi ikut digarap karena kalau hanya hulunya saja margin petani rendah, sedang produk hilir jauh lebih banyak dari hulu. Program konkritnya adalah membagi-bagi peralatan pengolahan, packaging juga membantu pemasaran. Dengan memproduksi produk hilir diharapkan margin petani semakin tinggi.