Jakarta, Mediaperkebunan.id – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman pastikan ketersedian minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sangat cukup untuk bahan baku biodisel 50 persen (B50). Produksi CPO sekitar 46 juta ton, sedangkan yang dibutuhkan untuk pembuatan B50 hanya 5,3 juta ton.
“CPO kita produksinya 46 juta ton, sekarang dalam negeri (kebutuhan) kita pakai 20 juta ton. Kita ekspor 26 juta ton, kalau kita mengambil 5,3 juta ton, berarti nggak ada masalah kan,” ujar Mentan Amran di Jakarta, Selasa (23/10/2024).
Meski begitu, kata Mentan Andi Amran, pemerintah lebih mengutamakan kebutuhan di dalam negeri dibandingkan untuk ekspor. Jika kebutuhkan lebih banyak bahan baku CPO untuk B50, maka stok tersebut akan diambil dari kuota ekspor.
Amran mengungkapkan, Implementasi B50 paling lambat dilaksanakan pada 2026. Sedangkan program B40 dijalankan pada Januari 2025. “Mudah-mudahan bisa lebih cepat,” tukasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat ME Manurung mengatakan, ketersediaan CPO untuk B40 masih cukup. Namun ketika program biodisel itu dinaikkan ke B50 maka semua produk CPO Indonesia akan habis untuk kebutuhan domestik seperti pangan, ileokimia, medis dan biodisel B50 tadi.
Menurut Gulat, jika pemerintah memaksakan program biodisel hingga B50 akan berakibat Indonesia tidak bisa ekspor sawit lagi. Karena stok CPO habis untuk kebutuhan dalam negeri jika produksi CPO masih 48 juta ton.
“Karena tidak ada ekspor sawit lagi, berarti tidak ada pemasuk devisa negara. Ini berbahaya,” tandas Gulat.
Sekalipun, lanjut Gulat, pemerintah mau tetap paksakan program B50 itu harus didorong program peremajaan sawit rakyat (PSR). Selama ini porgram PSR masih jauh dari target. Mesktinya hal ini menjadi perhatian pemerintah.
“Kalau kita maju terus dari B40 kita akan stop pada B50. Karena akan defisit 1,24 juta ton CPO kalau patokan kita ke volume CPO tujuan ekspor tahun 2023 lalu sebesar 2,04 juta ton,” jelas Gulat.

