Jakarta, Mediaperkebunan.id
Tantangan kelapa sawit dalam kompetisi perdagangan minyak nabati lain semakin kompleks, karena itu ISPO diharapkan bisa diterima di berbagai negara secara global. Pengembangan kemitraan perlu dilakukan guna menjawab tantangan-tantangan itu. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan hal ini dalam webinar ASPEKPIR serie 1 “Perkuat Kemitraan dengan Pola Terkini Untuk Masa Depan Sawit Indonesia Berkelanjutan” yang didukung BPDPKS, Selasa (5/10).
Kemitraan untuk memperkuat rantai pasok , juga agar petani mendapatkan fasilitas terutama untuk untuk meningkatkan produktivitas sekaligus mendapatkan pembiayaan. Asosiasi Petani dan asosiasi pengusaha diharapkan dapat duduk bersama untuk mempertebal pola kemitraan perkebunan kelapa sawit sehingga iklim usaha yang sehat terus dapat diciptakan.
Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Indonesia dapat berkontribusi dengan membangun kesadaran dan persepsi positif terhadap industri kelapa sawit dengan memberikan informasi yang akurat. Tracebility juga bisa diperkenalkan pada masyarakat.
“Saya yakin Aspekpir mampu berperan secara nyata bersama pemerintah dan stakeholder lainnya untuk membangun industri ini agar kuat, berkelanjutan dan bermanfaat bagi rakyat Indonesia.,” kata Airlangga.
Luas tutupan kelapa sawit tahun 2019 16,38 juta ha dengan kepemilikan swasta 53%, BUMN 6% dan rakyat 41%. Tahun 2030 para ahli memprediksi perkebunan rakyat menjadi mayoritas mencapai 60%, swasta 36% dan BUMN 4%. Peran perkebunan rakyat sangat significant sehingga pembangunan kelapa sawit menjadi perhatian pemerintah, selain investasi swasta sebagai penggerak ekonomi yang semakin menggeliat.
Indonesia menguasai 55% pasar minyak sawit dunia dengan luas lahan hanya 10% dari lahan minyak nabati global tetapi produksi 40% dari total produksi minyak nabati global. Sawit mengentaskan kemiskinan, menyerap 16 juta tenaga kerja dan berkontribusi 15,6% terhadap total ekspor non migas.
“Sawit merupakan tulang punggung perekonomian dan merupakan primadona industri ekspor. Termasuk industri strategis karena itu semua komponen masyarakat termasuk ASPEKPIR harus menjaga sustainability industri ini,” kata Menko Perekonomian.
Ketua Umum ASPEKPIR Indonesia, Setiyono menyatakan salah satu penyebab sawit bisa berkembang seperti sekarang adalah karena pola PIR. Pola kerjasama petani perusahaan ini sudah terbukti meningkatkan kesejahteraan petani dan menguntungkan perusahaan.Luas kebun kelapa sawit yang dibangun dengan pola ini sekitar 1 juta ha.
“Walau dari sisi luasan kecil dan programnya sudah dihentikan tetapi bisa jadi contoh. Saya berharap pola PIR digiatkan lagi karena buktinya sudah jelas. Tidak perlu membuat pola-pola baru yang belum terbukti. Kunci kemitraan saling ketergantungan dan saling membutuhkan. Semuanya menjalankan perannya masing-masing. Kemitraan gagal terjadi karena masing-masing tidak menjalankan komitmennya,” kata Setiyono.
Untuk PSR, khusus plasma, Setiyono minta kepada pemerintah supaya regulasi tidak memberikan kesempatan menjadi swadaya. Pola PIR didisain sejak awal sedemikian rupa kebutuhan PKS bisa dipenuhi dari kebun inti dan plasma. Kalau plasma menjadi swadaya dan tidak memasok ke PKS itu lagi maka tatanan menjadi berubah.
Kemitraan juga harus dengan perusahaan yang bonafid. Salah satu penyebab pecahnya kemitraan karena perusahaan tidak bonafid. Kalau ada masalah maka perusahaan harus ditegur jangan kemitraannya yang diputuskan. Beberapa group besar kemitraannya tetap berjalan karena betul-betul dijaga supaya saling menguntungkan keduabelah pihak.