Banyaknya permintaan kopi baik dari dalam ataupun luar negeri maka Sumatera Utara (Sumut) terus mendongkel produksi kopi guna memenuhi permintaan.
Sumut memang dikenal sebagai penghasil kopi. Bahkan produksi kopi di Sumut berpotensi untuk dikembangkan karena Sumut terdapat tekstur lahan yang tinggi. Akibatnya banyak sekali kopi specialty yang dihasilkan Provinsi yang dikenal oleh keindahan Danau Toba.
“Berbicara mengenai kopi, semua kopi boleh sama hitam tapi masalah aroma dan rasa berbeda-beda, seperti kopi specialty asal Simalungun ini yang pasarnya tidak hanya dalam negeri tapi hingga keluar negeri,” jelas Ludianto Manik Ketua Kelompok Tani Namanis.
Lebih lanjut, Ludianto menambahkan, agar kopi asal specialty asal Simalungun ini tidak kembali di kalim oleh daerah lain, maka daerah tersebut membuat sertifikasi Indikasi Geografis (IG). Didalam sertifikat tersebut terdapat data-data berapa kopi yang didasilkan dan berapa luas arealnya yang disertifikasi.
Selain sertifikasi IG, pihaknya juga telah membuat sertifikasi organik. Sertifikasi organic sangat penting mengingat saat ini pasar lebih membutuhkan kopi yang dibudidayakan secara specialty daripada konvensional.
“Jadi agar kopi kita tidak lagi diklaim oleh daerah lain, maka kita membuat sertifikasi IG dan Organic. Hal ini penting karena juga untuk nilai tambah terhadap persaingan pasar kopi,” terang Ludianto yang
Sekretaris Himpunan Masyarakat Kopi Arabica Sumatera Utara Simalungun.
Terbukti, menurut Ludianto, akibat perlakukan budidaya secara organik maka produktivitasnya pun meningkat, dari yang biasanya 600 kg/ha menjadi antara 1,2 – 1,4 ton/ha. Artinya dengan luas lahan kopi di Simalungun sebesar 207 hektar maka pendapatan petani pun ikut meningkat. Sebab untuk satu kelompok taninya saja bisa memproduksi green bean sebesar 70 ton/tahun.
Melihat hal ini maka tidaklah heran jika Kabupaten Simalungun perputaran roda ekonominya sangat kencang. Hal ini karena perdangan kopi yang dilakukan oleh kelompok tani cukup menggairahkan. Hal itu dapat dilihat dari aktivitas masyarakatnya yang sebagian besar memang sebagai petni kopi.
Bahkan di beberapa rumah ada yang mempunyai pekerjaan lain ataupun yang statusnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) sebelum berangkat kerja tetap menyempatkan diri untuk ke kebun, meskipun hanya sebentar. Kemudian saat pulang kerja kembali melakukan aktifitas sebagai petani kopi.
Alhasil tidaklah heran jika setiap 3 minggu sekali Kabupaten Simalungun ini mengirimkan hasil produksinya ke pelabuhan Belawan. “Jadi disini sebagian besar pendapatannnya dari kopi. Bahkan ada beberapa orang yang memang mempunyai pekerjaan tetap berkebun kopi,” ucap Ludianto.
Lebih dari itu, menurut Ludianto, dengan budidaya secara organik maka produktivitasnya lebih stabil ketimbang budidaya secara konvensional. Bahkan usia tanaman kopi organik jauh lebih panjang daripada budidaya secara konvensional.
“Kami sudah membuktikannya sendiri bahwa budidaya secara organik jauh lebih tinggi daripada yang konvesnsional, bahkan produksinya pun jauh lebih stabil daripada yang konvessional,” ucap Ludianto Seksi SDM Gapoktan Tani Jaya Pamatang. YIN
Berita selengkapnya ada pada Majalah Media Perkebunan edisi 149