2nd T-POMI
2024, 21 Mei
Share berita:

JAKARTA, mediaperkebunan.id – Melambungnya harga biji kakao di pasar global tidak banyak dirasakan semua petani kakao di Indonesia. Karena sebagian gagal panen akibat dampak El Nino yang masih dirasakan.

Demikian diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI, Arief Zamroni. Menurutnya, naiknya harga biji kakao di pasar global semestinya bisa dinikmati petani kakao di Indonesia.

“Tapi sayangnya hanya sebagian petani saja yang dapat menikmati naiknya harga kakao ini. karena sebagian petani menghadapi gagal panen,” ujar Arief kepada Media Perkebunan seperti dikutip Selasa (21/5/2024).

Menurut Arief, penyebab gagal panen kakao pada tahun ini akibat masih berlangsungnya El Nino yang berdampak turunnya produksi kakao petani. “Berapa jumlahnya belum terdeteksi karena El Nino masih berlansung. Mungkin sekitar 50 persen areal kakao petani mengalami gagal panen,” ujarnya.

Harga biji kakao melambung di pasar global hingga mencapai USD 11,878 per ton atau sekitar Rp 192,66 juta per ton. Naiknya harga kakao ini akibat pasokan dari negara produsen kakao utama menghadapi anjloknya produksi.

Pantai Ganding dan Ghana merupakan negara produsen utama kakao dunia. Kedua negara di Afrika itu memasok biji kakao dunia sekitar 60 persen. Indonesia sendiri sempat menjadi negara produsen kakao dunia terbesar ketiga.

Namun posisi Indonesia kini anjlok di posisi tujuh. Turunnya posisi Indonesia ini karena areal kakao berkurang hingga 400 ribu hektare. “Sebelumnya Indonesia mempunyai luas areal kakao mencapai 1,7 juta hektare pada 2014,” ujar Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo) Soetanto Abdullah.

Saat ini, kata Soetanto, luas areal kakao Indonesia sebesar 1,3 juta ha. Menurunnya luas areal kakao ini karena banyak petani mengkonversi kebun kakao kepada komoditas perkebunan yang dinilai lebih menguntungkan petani.

Baca Juga:  Harga Sawit Kalbar Melorot

Data Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, menyebutkan, luas areal kakao yang dikelola perkebunan rakyat (PR) mengalami penurunan sejak delapan tahun terakhir. Pada 2016 tercatat seluas 1.678.638 ha, kemudian mengalami penurunan sekitar 3,73 persen pada 2017 menjadi seluas 1.615.955 ha. Pada 2018 luas areal kakao PR menurun lagi menjadi 1.584.133 ha atau turun sebesar 1,97 persen pada 2017. Pada 2020 luas areal kakao total 1,55 juta ha.

Produksi kakao mengalami fluktuasi. Pada 2016 produksi kakao Indonesia total mencapai 658 ribu ton dan pada 2017 turun menjadi 590 ribu ton. Sedangkan pada 2018 produksi naik menjadi 767 ribu ton. Sementara pada 2020 produksi kakao anjlok menjadi 739 ribu ton. (YR)