Cibinong, mediaperkebunan.id – Mayoritas lahan yang aaa di Indonesia terkategori sebagai lahan sub optimal. Bayangkan, luasnya tercatat mencapai 149,5 juta hektar (Ha) atau 78,2 persen dari seluruh luas daratan Indonesia.
Menurut Setiari Marwanto selaku Kepala Pusat Riset Tanaman Perkebunan pada Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), lahan sub optimal secara alami memiliki produktivitas rendah atau kondisi yang tidak ideal untuk pertanian.
“Faktor penyebabnya dibagi dua, yaitu pertama, internal seperti sifat fisik tanah, kimia,” ucap Setiari Marwanto saat berbicara dalam webinar EstCrops_Corner #15 yang dihelat Pusat Riset Tanaman Perkebunan (PRTP) ORPP BRIN, beberapa waktu yang lalu.
Faktor yang kedua, kata Setiari Marwanto seperti dikutip Mediaperkebunan.id dari laman resmi BRIN, Jumat (27/6/2025), adalah faktor eksternal, antara lain iklim.
“Lahan sub optimal itu contohnya adalah ahan kering masam, lahan kering iklim kering, lahan rawa pasang surut, lahan rawa lebak dan lahan gambut,” jelas Setiari Marwanto.
Kata dia, dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan produk pertanian pemanfaatan lahan sub optimal menjadi keadaan yang pasti untuk pemenuhan kebutuhan tersebut.
“Pemanfaatan ini membutuhkan inovasi teknologi dan pengelolan yang tepat untuk mengatasi kendala yang ada pada masing-masing jenis lahan,” kata Setiari Marwanto.
Sementara itu Busyra B. Saidi, peneliti PPRTP BRIN menjelaskan, lahan sub optimal sangat cocok bila dijadikan lahan untuk pengembangan komoditas perkebunan rakyat, terutama kakao, kopi, dan pinang.
Menurut Busyra B Saidi, lahan sub optimal adalah lahan yang karena kondisi fisik dan faktor iklim tidak dapat memberikan hasil produksi pertanian yang maksimal.
Potensi dataran Indonesia yang cukup luas terdiri dari beberapa jenis lahan sub optimal yaitu lahan kering masam, lahan kering iklim kering, lahan rawa pasang surut, lahan rawa, dan lahan gambut.
“Penyebaran lahan sub optimal di Indonesia tersebar terutama di daerah Sumatera, Kalimantan dan pinggiran-pinggiran pantai. Urgensi optimalisasi lahan sub optimal antara lain alih fungsi lahan produktif, kesejahteraan petani, ketahanan pangan,” terangnya.
Dirinya mengatakan, bahwa Indonesia adalah produsen kakao terbesar ke-3 dunia dengan produksi lebih dari 650.000 ton per tahun. Sentra produksi utama berada di Sulawesi, Papua, Sumatera.
Salah satu teknologi pengembangan kopi di lahan sub optimal yaitu agroforestri kopi dengan pinang manfaatnya yaitu meningkatkan kesuburan tanah, mengurangi evaporasi, konservasi air, meningkatkan keanekaragaman hayati, menyerap karbon, dan diversifikasi produksi.
Busyra B Saidi juga menyimpulkan, bahwa lahan sub optimal yang selama ini di pandang sebagai keterbatasan, menyimpan potensi strategis sebagai tumpuan baru bagi ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi pedesaan.
“Komoditas kakao, kopi, dan pinang telah terbukti sebagai tanaman unggulan rakyat yang mampu tumbuh baik di lahan sub optimal, serta memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar domestik maupun ekspor,” tegas Busyra B Saidi.