Jakarta, Mediaperkebunan.id
Masyarakat Papua berhak sejahtera. Seperti saudaranya yang lain di Indonesia yang bisa sejahtera dari kelapa sawit, maka komoditas ini bisa dikembangkan juga di Papua. Kalau masyarakat ingin punya perkebunan kelapa sawit maka siapapun tidak berhak melarang. Lenis Kogoya, Staf Ahli Kantor Staf Presiden dan Ketua Lembaga Masyarakat Adat Papua menyatakan hal ini.
”Jika ada kelompok yang menganggu pembangunan perkebunan dan pertanian, silahkan angkat kaki dari Papua sebelum saya usir. Masyarakat Papua berhak sejahtera,” kata Lenis.
Lenis minta pihak-pihak tertentu yang selama ini memprovokasi masyarakat Papua untuk berhenti. Pendekatan terhadap masyarakat Papua bisa dilakukan dari hati ke hati karena orang Papua punya rasa persaudaraan yang tinggi.
“Papua bisa dibangun dengan konsep persaudaraan. Harus diakui, selama ini, masyarakat adat Papua kurang dilibatkan dalam pembangunan,” katanya.
Lenis mengibaratkan orang Papua seolah-olah tinggal di atas pohon dan semua keperluan mulai dari bawang hingga sayur-sayuran dibawa dari Jawa, ini persoalan besar yang harus dibenahi bersama.
Dengan keberadaan perkebunan sawit, masyarakat Papua sebenarnya sangat senang karena dilibatkan sebagai plasma. Lenis mencontohkan persoalan antara masyarakat adat dengan sebuah perusahaan yang dia mediasi. Supaya permasalahan selesai Lenis minta perusahaan membangun plasma minimal 4 ha/orang. Pada awalnya perusahaan masih mikir-mikir tetapi akhirnya setuju.
Sekarang sudah berjalan dan semua senang. Masyarakat berpenghasilan dan ekonomi masyarakat berkembang. Banyak warung dan toko baru dibuka diwilayah itu.
Hanya saja, persoalan izin masih menghambat. Untuk mengatasinya pemerintah harus membangun kelompok kerja dengan melibatkan semua kepentingan seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pertanian, BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) dan sebagainya, untuk menyelesaikan setiap masalah di lapangan.
“Izin masih menjadi masalah. Jalan Jayapura dan Sarmi yang sudah dibangun tetapi orang masih takut kalau lewat situ hanya satu mobil saja. Pemda punya ide membangun kebun kelapa sawit dengan pola inti plasma sampai 100 meter dipinggir jalan, dengan melibatkan masyarakat adat lewat transmigrasi lokal dan campuran dengan transmgran asal Jawa,” katanya.
Kalau bisa direalisasikan maka rumah transmigran berada di pinggir jalan sedang kebun sawit sampai 100 meter dibelakang rumah. Mereka bisa membangun warung untuk tempat istirahat. Jalan tidak lagi sepi karena sepanjang jalan ada aktivitas.
“Bupati sudah mengajukan surat pada Disbun Provinsi, Sayang sampai saat ini izin pelepasan kawasan hutan dan penebangkan kayu belum keluar dari KLHK. Hal seperti inilah yang bisa diselesaikan oleh Pokja,” katanya.