Jakarta, perkebunannews.com – Melihat lambatnya program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) maka Ditjen Perkebunan dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) harus duduk bersama kembali mengkaji dan mengevaluasi kembali.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis berkelanjutan (FP2SB), Achmad Manggabarani kepada perkebunannews.com.
Hal ini karena, menurut Manggabarani dari target-target peremajaan yang dikeluarkan semuanya tidak ada yang mencapai angka target. Artinya jika harus ada yang dibenahi, maka benahilah.
“Saya melihat review apakah ril bisa dilakukan? Sebab kenyatannya yang dipersiapkan pun belum cukup apalagi cara menanamnya,” risau Manggabarani yang juga mantan Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
Alhasil, Manggabarani mengakui realisasinya masih sangat kecil. Hal ini karena tahapannya masih sangat panjang hingga sampai realisasi tanam.
Seperti diketahui, menurut panduan program peremajaan sawit rakyat (PSR), petani melalui koperasi harus lolos dari rekomendasi teknis (rekomtek) dahulu baru ke tahap berikutnya. Artinya setelah lolos rekomtek tidak bisa langsung mengganti tanaman.
“Sehingga sebenarnya peremajaan itu jauh lebih berat daripada menam awal. Kalau menanam awal hanya land clearing setelah itu bisa langsung menanam. Tapi kalau peremajaan, harus menebag dahulu tanaman yang sudah ada, lalu dibersihkan barulah ditanam. Jadi prosesnya jauh lebih lama,” tutur Manggabarani.
Melihat, kendala-kendala tersebut, Manggabarani kembali menghimbau agar sebaiknya Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian dan BPDPKS duduk bersama melakukan review terhadap program PSR.
Sebab angka-angka target tersebut sangatlah besar. Tapi disisi lain jika angka target dikecilkan mau kapan selesainya program PSR tersebut? “Jadi keduanya (DItjen Perkebunan dan BPDPKS) sebaiknya duduk bersama,” saran Manggabarani.
Disisi lain, Manggabarani mengakui bahwa peremajaan memang ranahnya Ditjen Perkebuanan Kementerian Pertanian. Jadi memang Ditjen Perkebunan yang mengerti kondisi dilapangan.
Meski begitu, kalaupun surveyor meminta bantuan Dinas Perkebunan di daerah-daerah, saat ini tidak semua daerah memiliki Dinas Perkebunan baik tingkat Provinsi ataupun Kabupaten. Tidak sedikit Dinas Perkebunan daerah yang digabung dengan Dinas lainnya.
“Jadi susah juga kalau surveyor mau meminta bantuan (Dinas Perkebunan) daerah, jika tidak semua daerah memiliki Dinas Pekrbunan. Sehingga sebaiknya diselesaikan secara bersama-sama,” ucap Manggabarani. YIN