Medan, mediaperkebunan.id – Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Sumatera Utara (GAPKI Sumut), Timbas Prasad Ginting menyoroti berbagai persoalan yang masih menghambat pelaksanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), terutama yang berkaitan dengan status lahan dan kawasan hutan.
Dalam acara Indonesia Palm Oil Stakeholders (IPOS) Forum 2025 yang diadakan oleh GAPKI Sumut di Medan, Timbas menegaskan bahwa tanpa penyelesaian yang berpihak pada petani, target PSR sulit tercapai secara optimal. “Permasalahan bukan hanya di lahan dan legalisasi yang urusannya panjang. Izin Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) yang pakai dana dan pengukuran juga buat petani agak sulit,” ujarnya dalam wawancara ekslusif bersama Media Perkebunan pada Kamis (30/10).
Ia juga menyoroti tambahan beban administrasi seperti PPN dalam pengurusan data petani yang justru membuat mereka semakin terbebani. “Sekarang diminta PPN yang terkadang menjadi beban bagi petani. Paling besar tantangannya di kawasan hutan, karena dalam beberapa kasus petani sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) tetapi tetap masuk kawasan hutan,” jelasnya.
Penyitaan lahan kawasan hutan juga dirasa menghambat produktivitas CPO yang harus bertambah seiring dengan program hilirisasi dan B50 di masa depan. “Perlu diperhatikan apakah dengan produksi B50 akan menghambat ekspor. Apalagi sekarang ada denda bagi petani yang lahannya masuk kawasan hutan sehingga mengganggu produktivitas dan rantai pasok. Ini dapat membuat petani kurang fokus untuk meningkatkan produksi yang harus dicapai,” ungkap Timbas.
Skema kemitraan sawit di Sumut juga dirasa masih menghadapi kendala di keterbatasan lahan dan ketimpangan antara luas areal perusahaan dan petani kecil. Melalui IPOS Forum 2025, Timbas berharap agar diskusi yang melibatkan pemerintah, Satgas Sawit, dan pelaku industri dapat menghasilkan solusi konkret untuk mempercepat penyelesaian masalah lahan.
“Kami turut mengundang berbagai pihak termasuk satgas sawit. Jadi kami berharap satgas sawit dapat bertemu dengan perusahaan-perusahaan yang sudah bersertifikat lengkap ISPO dan petani-petani yang sudah bersertifikat hak milik dan sudah mendapatkan dana hak milik dan plasma,” tegasnya.
Timbas menekankan pentingnya regulasi yang lebih berpihak kepada petani, apalagi mereka yang memiliki lahan kecil. “Kita berharap satgas mengerti terhadap kendala-kendala yang dialami petani sehingga penyelesaian masalah petani bisa dipermudah. Jangan didenda atau malah dijadikan kawasan hutan. Jangan areal 2-3 hektar diambil alih, mereka mau makan apa nanti,” pungkasnya.
Timbas juga menilai bahwa penetapan kembali lahan-lahan kecil menjadi kawasan hutan tanpa solusi nyata justru merugikan masyarakat. Melalui IPOS Forum 2025, Timbas berharap dapat terlahir regulasi-regulasi yang yang lebih berpihak pada petani, terutama terkait kawasan hutan.

