Dari sekitar 10 juta hektar deforestasi dunia untuk eskpansi areal komoditi yang dipasarkan ke Uni Eropa (UE), kontribusi minyak sawit hanya kurang dari satu persen. Sekitar 54 persen adalah kedelai dan daging sapi dari Amerika Selatan.
UE kembali merencanakan ancaman kepada minyak sawit Indonesia. Setelah tanggal 17 Maret 2017, pada tingkat Komite Lingkungan, Kesehatan Masyarakat dan Keamanan Pangan telah melakukan voting rekomendasi kebijakan baru yakni merencanakan pembatasan impor minyak sawit dan penghentian penggunaan minyak sawit untuk program biodiesel Eropa. Salah satu alasanya adalah proses produksi minyak sawit penyebab deforestasi. Usulan kebijakan tersebut kemudian telah diputuskan dalam pleno Parlemen Eropa pada 3-6 April 2017 yang merekomendasikan Badan Eksekutif Uni Eropa untuk mengeksekusi.
Argumen negara-negara di UE untuk memberlakukan pajak deforestasi dan menuntut sertifikasi berkelanjutan pada minyak sawit yang masuk ke UE semakin tidak beralasan dan sangat diskriminatif. Deforestasi terjadi diseluruh negara-negara dunia untuk memenuhi kebutuhan lahan untuk pembangunan, termasuk di Eropa dan Amerika Utara. Studi Mathew (1983) mengungkapkan bahwa dalam periode 1600-1983, luas deforestasi di sub tropis khususnya di Eropa dan Amerika Utara mencapai 653 juta hektar. Sedangkan dalam periode 1990-2008 luas deforestasi dunia mencapai 239 juta hektar yang tersebar di Amerika Selatan (33 persen), Afrika (31 persen), Asia Tenggara (19 persen) dan negara lainnya (17 persen). Sehingga alasan deforestasi untuk menghambat sawit ke Eropa terlalu berlebihan.
Jika mempersoalkan deforestasi, Komisi UE telah melakukan studi kaitan antara konsumsi komoditas yang diimpor EU dengan deforestasi (embodied deforestation) atau dalam terminologi ekonomi disebut eksternalitas negatif (consumption diseconomies). Dalam laporan studi European Commission (2013) : The Impact of EU Consumption on Deforestation, terungkap bahwa dalam periode 1990 – 2008 untuk kebutuhan pangan masyarakat EU (feeding the EU) dipenuhi dari hasil deforestasi seluas 10 juta hektar diberbagai negara.
Rincian dari 10 juta hektar tersebut diantaranya kacang kedelai 41 persen (4.14 juta Ha) dari Brazil, Argentina, Paraguay dan 13 persen (1.3 juta Ha) berupa ranch sapi potong dari Amerika Selatan. Sedangkan minyak sawit hanya 0.8 persen (0.8 juta Ha) yakni dari Indonesia dan Malaysia.
Dengan hasil studi European Commission tersebut, sangat jelas bahwa hasil deforestasi terbesar yang memasok Eropa adalah kacang kedelai dan daging sapi. Jika UE memaknai deforestasi sebagai eksternalitas negatif dan menggunakan pajak eksternalitas negatif sebagai cara internalisasi eksternalitas negatif maka seharusnya diterapkan juga pada impor kedelai dan daging sapi dari Amerika Selatan. Kedua komoditas impor EU tersebut mencapai 54 persen embodied deforestasi EU. Sedangkan minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia kontribusinya sangat kecil yakni hanya kurang dari satu persen.
Dengan data tersebut, UE yang akan memberlakukan tarif impor dan persyaratan sertifikasi sustainability hanya pada minyak sawit jelas bukan hanya tidak adil (bertentangan dengan WTO) tetapi juga melakukan pembohongan pada publik sendiri. Kontribusi minyak sawit dalam embodied deforestasi EU sangat kecil yakni kurang dari 1 persen. Sedangkan kontribusi kedelai dan daging sapi yang diimpor EU dari Amerika Selatan menyumbang 54 persen. Sumber: sawit.or.id/YIN