Jakarta, mediaperkebuanan.id – PT Multimas Nabati Asahan, anak perusahaan Wilmar International (Wilmar) bekerja sama dengan pemerintah dan mitranya untuk mengadakan worskhop virtual bertema “Perlindungan terhadap Leuser melalui Kebijakan NDPE” yang ditujukan bagi pemasoknya di wilayah Leuser. Acara yang diikuti 26 pemasok yang beroperasi dalam jarak 50 km dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Sumatera Utara tersebut, bertujuan untuk memastikan bahwa semua pemasok Wilmar di sekitar kawasan lindung itu dapat menerapkan dan mempraktikkan komitmen Nol Deforestasi, Nol Gambut, Nol Eksploitasi (NDPE) Wilmar.
Berdasarkan survei tahun 2020 oleh Forum Konservasi Leuser (FKL), KEL adalah kawasan lindung seluas 2.6 juta hektar (ha) dan merupakan habitat terbesar di Sumatera, dengan 21 spesis mamalia, 65 spesis burung, dan 109 spesis tumbuhan berkayu. KEL juga merupakan satu-satunya tempat di dunia di mana terdapat populasi orangutan, badak, gajah, dan harimau hidup berdampingan di alam liar. Namun, KEL telah menjadi sorotan dunia karena isu perambahan dari ekspansi perkebunan kelapa sawit yang membutuhkan tindakan segera dan berkelanjutan.
Menurut M Daud, Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, terdapat banyak perubahan tutupan lahan dari dalam dan luar kawasan hutan di Aceh pada 1982, 2000, dan 2018. “Untuk itu, kami telah menetapkan sasaran perbaikan tatakelola hutan di Serambi Mekkah tersebut, melalui aspek ekologi, yaitu pemantapan sumberdaya hutan, tidak menurunkan fungsi hutan sebagai penyeimbang lingkungan, dan mencegah menurunnya keanekaragaman hayati,” kata Daud.
Wilmar telah mengembangkan Alat Pelaporan Pemasok Leuser (Leuser Supplier Reporting Tool) untuk membantu dan menyelaraskan praktik bisnis pemasok dengan komitmen NDPE. Materi penilaian disusun dalam bentuk kuesioner yang mencakup kebijakan keberlanjutan dan kemampu-telusuran rantai pasok (traceability).
Menurut Pujuh Kurniawan, Head of Sustainability Indonesia untuk Wilmar, workshop ini memungkinkan peserta untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman mendalam tentang jaringan rantai pasokan, dan untuk memastikan bahwa ketertelusuran pasokan produk mereka benar-benar dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. “Kami berkomitmen untuk bertransformasi di tingkat rantai pasokan, terutama di Kawasan Ekosisterm Leuser melalui Pendekatan Proaktif Pemasok (Supplier Proactive Approach), seperti Penilaian Mandiri Pemasok (Supplier Self-Assessment) dan Workshop Pemasok Wilmar,” kata Pujuh.
Pujuh mengungkapkan, kerjasama antara pemerintah pusat dan provinsi dengan perusahaan seperti Wilmar adalah penting untuk perlindungan dan konservasi sumber daya alam KEL. Ini dapat diimplementasikan melalui kebijakan Nol Deforestasi kepada seluruh unit bisnis Wilmar dan rantai pasoknya. “Kami berharap dapat terus membangun dan memperkuat citra industri sawit di Provinsi Aceh Nangroe Darussalam pada khususnya, dan di Indonesia pada umumnya,” jelas Pujuh.
Rudi Putra, mewakili Dewan Pembina FKL, meyatakan, beberapa upaya dapat dilakukan untuk menjaga KEL, yaitu beberapa upaya dapat dilakukan dalam menjaga KEL, yaitu dengan menerapkan NDPE, menetapkan dan menjaga high conservation value (HCV) dan high carbon stock (HCS) untuk tujuan konservasi, serta perkebunan yang bertanggung jawab sosial.
“Bagi industri kelapa sawit, menjaga KEL dapat ditempuh dengan memastikan rantai pasok kelapa sawit tidak berasal dari kawasan hutan, pelaku deforestasi, dan terlibat konflik sosial. Industri dapat berkontribusi dengan menerapkan pengolahan yang tidak mencemari lingkungan,” pungkas Rudi. (YIN)