Bengkayang, mediaperkebunan.id – Upaya pemanfaatan lahan kering untuk pertanian terus dikembangkan guna mendukung ketahanan pangan nasional. Salah satu inisiatif yang berhasil dilakukan adalah budidaya padi gogo, jagung hibrida, dan sorgum di lahan yang sebelumnya tidak tergarap.
Ir. Andy Gumala selaku Direktur PT Agriaku membagikan pengalaman dan pencapaiannya dalam membudidayakan padi gogo serta tanaman lainnya di Bengkayang. Proyek ini bermula dari kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk TNI yang menyediakan lahan seluas lima hektar di Bengkayang.
“Kami diberikan lahan yang sebelumnya berupa semak belukar dan hutan sekunder. Dengan bantuan alat-alat, lahan ini kami bersihkan dengan biaya sekitar 7,5 juta rupiah per hektar,” ujar Andy.
Dalam percobaan tanam, digunakan varietas unggul padi gogo dari Institut Pertanian Bogor (IPB), yaitu IPB 9G. Selain itu, ditanam pula jagung hibrida dan sorgum hibrida yang baru diluncurkan di Indonesia. Teknik tanam tanpa olah tanah diterapkan guna menjaga kesuburan tanah yang memiliki lapisan subur yang tipis.

“Jika tanah ini diolah, lapisan yang keluar justru yang tidak subur, jadi kami putuskan untuk menanam tanpa olah tanah,” jelas Andy.
Untuk meningkatkan kesuburan biologis tanah, digunakan pembenah tanah Generape. Meski menghadapi tantangan cuaca ekstrem hingga banjir, hasil panen pertama menunjukkan hasil yang sangat baik.
“Padi gogo, jagung, dan sorgum yang kami tanam memberikan hasil yang sangat memuaskan. Ini membuktikan bahwa lahan kering bisa dimanfaatkan secara optimal dengan metode yang tepat,” katanya.
Dari perhitungan awal, budidaya padi gogo menghasilkan keuntungan sekitar 2,5 juta rupiah per hektar, sementara sorgum justru memberikan keuntungan lebih besar, berkisar antara 2 hingga 3 juta rupiah per hektar. Jagung mengalami sedikit kerugian sekitar 1 juta rupiah per hektar, tetapi diharapkan bisa lebih menguntungkan pada musim tanam berikutnya.
Keberhasilan proyek ini menarik minat berbagai pihak, termasuk perusahaan – perusahaan perkebunan sawit. Tak hanya itu, keberhasilan ini juga menarik perhatian GAPKI, yang melihat potensi besar dalam pemanfaatan lahan kering untuk mendukung swasembada pangan nasional. Mereka mengusulkan agar proyek tidak hanya berfokus pada lahan kosong, tetapi juga memanfaatkan tumpang sari di perkebunan kelapa sawit.
Selain di Bengkayang, tumpang sari ini diperluas ke perkebunan sawit di Sintang. Di lahan sawit yang masih dalam tahap belum menghasilkan (TBM) ini, Kelompok Tani Kajang Mandiri bersama GAPKI, Kepala Dinas Perkebunan, dan pemerintah daerah setempat telah menanam jagung hibrida dan padi gogo dengan metode tanpa olah tanah.

Dengan keberhasilan panen pertama, proyek ini akan dilanjutkan ke tahap kedua. Musim tanam kedua yang akan berlangsung pada musim kemarau sehingga lahan akan difokuskan untuk budidaya jagung.
Sementara pada Musim Kemarau (MK) 2, sorgum akan menjadi komoditas utama. Sorgum dipilih karena merupakan tanaman yang sangat tahan terhadap kondisi kering, sehingga cocok untuk ditanam pada periode tersebut.
Dalam pemasaran hasil panen, jagung dan padi tidak mengalami kendala berarti karena sudah tersedia pasar yang siap menampung hasil panen. Namun untuk sorgum masih diperlukan upaya lebih lanjut. Saat ini, pabrik pakan ternak masih enggan membeli sorgum dalam jumlah kecil.
“Saat ini, pasar untuk jagung dan padi sudah jelas. Namun, untuk sorgum, kita masih butuh skala produksi lebih besar agar bisa diterima oleh industri pakan ternak,” ungkapnya.
Dengan hasil panen pertama yang sukses dan rencana pengembangan lebih lanjut, proyek ini memberikan harapan besar untuk mencapai swasembada pangan dengan pemanfaatan lahan-lahan yang sebelumnya kurang produktif.