2020, 6 Maret
Share berita:

Lampung, mediaperkebunan.id – Jadi konsep Komando Strategis Pembangunan Pertanian (Kostratani) yakni optimalisasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang sedikit terlupakan. Sehingga dengan mengoptimasisasikan BPP maka dapat membangkitkan kembali pertanian Indonesia.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi di BPP Lampung.

“Sebab melalui Kostratani antar penyuluh bisa berkomunikasi, dan juga antara daerah dengan pusat. Sehingga dengan begitu langsung bisa memecahkan masalah-masalah yang ada di daerah. Hal ini karena Kostratani ada di tingkat Kecamatan,” terang Dedi.

Hal ini karena menurut Dedi, jika penyuluhnya pintar maka otomatis petaninya juga akan pintar. Ini lantaran peyuluh selaku garda terdepan dalam pertanian, dan penyuluh selalu mendampingi petani.
“Oleh karena itu kerjasama petani dengan penyuluh kita eratkan,” ungkap Dedi.

Jadi, Dedi mengibaratkan bercocok tanam atau berbudidaya itu sama saja dengan merawat layaknya seorang bayi. Jika seorang bayi membutuhkan perhatian begitu pula dengan tanaman. “Sebuah tanaman tidak hanya ditanam lalu dipupuk sekali yaitu saat menanam lalu ditinggal dan kembali lagi saat memanen. Hal itu salah besar,” tegas Dedi.

Salah satu diantaranya, Dedi mencontohkan, saat seorang bayi menangis pasti ada masalah. Namun bedanya pada tanaman yaitu jika terjadi perubahan dalam pertumbuhannya seperti daun yang menguning atau layu berarti ada masalah dalam pertumbuhannya.

Maka dalam hal ini petani harus peka dalam merawat tanaman agar tanaman tumbuh sehat. Jika terjadi hal yang tidak wajar seperti daun yang menguning segera cari tahu apa penyebabnya dan diberi perlindungan agar kembali normal pertumbuhannya.

“Jadi jangan lagi begitu tanam langsung tinggal pergi, tapi mau produktivitasnya tinggi mana bisa seperti itu. Berilah perhatian agar produktivitasnya tinggi,” himbau Dedi.

Baca Juga:  Astra Agro Komitmen Sustainability

Alhasil, Dedi mengakui dahulu petani melakukan budidaya sevara konvesional kini telah berinovasi dan mekanisasi. Diantaranya dengan dengan menggunakan varietas unggul dan pemupukan yang seimbang dan mengelola lahan serta panennya menggunakan mekanisasi. Harapannya yaitu panen dapat meningkat hingga dua sampai tiga kali lipat.

“Namun jangan hanya berinovasi di hulu atau budidayanya saja, tapi juga di hilirnya juga, salahsatunya pada komoditas perkebunan seperti kakao, kopi dan lainnya,” tutur Dedi.

Artinya, Dedi menghimbau jika dahulu hanya tanam petik jual. Tapi sekarang petani harus memperhitungkan berapa ton yang harus dihasilkan kemana pasarnya dan kapan harus jual serta menjual dalam bentuk apa.

Jadi kalau hanya sekedar tanam jual maka saat panen bersamaan dan permintaan rendah sudah bisa dipastikan harga akan rendah. Padahal yang mengatur harga yaitu supplay dan demand. Oleh karena itu petani harus tau berapa kebutuhannya dan komoditas itu dibutuhkan. Disinilah peran penyuluh untuk membina petani.

“Berapa industri membutuhkannya dan kapan waktunya. Jangan sampai saat kebutuhan rendah lalu panen. Sehingga sebelum bercocok tanam maka harus diperhitungkan agar panen maksimal saat menjual, dan bisa menjual sesuai kebutuhan pasar dan industri,” jelas Dedi.

Tidak hanya itu, Dedi mengoingatkan, penyuluh juga harus bisa membantu petani dalam memberikan arahan agar petani bisa mendapatkan dana kredit usaha rakyat (KUR).

“Sebab, sebenarnya jika petani membutuhkan dana hanya dibawah Rp 50 juta, petani tidak perlu anggunan atau jaminan. Kemudian saat ini khusus untuk petani bunganya KUR hanya 6 persen,” ucap Dedi.

Kemudian, Dedi megatakan, jika produktivitasnya sudah tinggi (baik-red) maka harus didukung dengan pengolahan yang juga baik. Artinya petani jangan lagi menjual dalam bentuk bahan baku. Seperti kopi jangan lagi menjual dalam bentuk green bean, tapi sudah bentuk bubuk. Lalu pada kakao, tidak lagi menjual dalam bentuk biji kering tapi sudah bentuk powder ataupun butter.

Baca Juga:  Usulan PSR Kini Semakin Mudah

“Sebab jika petani sudah bisa menjual dalam bentuk barang jadi ataupun setengah jadi maka petani akan mendapatkan keuntungan yang lebih. Sebab nilai tambahnya itu ada dihilir. Artinya jika nilai jualnya meningkat maka otomatis pendapatannya pun meningkat,” papar Dedi.

Lalu, lanjut Dedi yang tidak kalah penting yaitu kemasannya atau packaging-nya. Ini karena sebagus apapun produknya jika tidak dikemas dengan baik maka pasar akan sulit menerimanya. “Jadi jika sudah bisa mengolah kopi menjadi bubuk dengan kualitas baik maka kemaslah dengan baik,” himbau Dedi.

Terakhir yaitu, menurut Dedi yaitu kontinyunitas produk. Sebab yang namanya kebutuhan tidak mengenal waktu, kapan pun bisa terjadi. Jangan sampai saat ada kebutuhan yang tinggi pasokan atau suplai tidak ada. Jika hal itu terjadi maka bukan tidak mungkin konsumen akan mencari produsen atau pemasok lainnya untuk memenihi kebutuhannya.

“Disinilah perlunya kontinyunitas, disaat pasar atau konsumen membutuhkan maka barang tetap ada,” tutur Dedi.

Jadi, Dedi berharap, “jika hal-hal tersebut bisa dilakukan maka bukan tidak mungkin pendapatan petani akan meningkat.” YIN