Jakarta, Mediaperkebunan.id
Kelapa merupakan tanaman asli Indonesia yang sudah ditanam secara turun temurun oleh petani dan memberikan pendapatan dan kesejahteraan banyak daerah. Sayang komoditas ini kurang diperhatikan dan perkembangannya kurang begitu baik. Nelson Pomalinggo, Bupati Gorontalo/Ketua Koalisi Kabupaten Penghasil Kelapa menyatakan hal ini kepada Mediaperkebunan.id.
Karena itu kepala daerah penghasil kelapa di Indonesia membentuk koalisi pemerintah daerah penghasil kelapa (KOPEK). KOPEK sudah terlibat aktif dalam pengembangan hulu hilir kelapa mulai dari teknologi benih, peremajaan, peningkatkan kesejahteraan petani, pengembangan industri hilir, pemasaran dan lain-lain.
“Kami menjalin koordinasi dengan berbagai Kementerian termasuk Kementerian Pertanian. Hasilnya sudah mulai kelihatan dengan alokasi anggaran untuk revitalisasi kelapa. Gairah untuk memperbaiki perkelapaan sudah ada,” kata Nelson.
Tetapi itu belum cukup, Belajar dari bagaimana Filipina, India dan Sri Lanka mengelola kelapanya melalui lembaga berupa otoritas kelapa maka saatnya Indonesia memiliki lembaga serupa diusulkan bernama Otoritas Kelapa Indonesia.
“Saya mengajukan usulan pembentukan Otoritas Kelapa Indonesia kepada Menko Perekonomian. Otoritas kelapa merupakan lembaga yang memadukan pemerintah dan dunia usaha sehingga semua permasalahan kelapa yang selama ini belum terpecahkan bisa diselesaikan. Pendanaan akan dikeroyok bersama antara pemerintah dan pengusaha,” katanya usai di terima Menko Perekonomian Airlangga Hartarto didampingi Asep Jembar Mulyana dari Asosiasi Himpunan Pengusaha Briket Arang Kelapa Indonesia dan Ardi Simpala dari Sahabat Kelapa Indonesia.
Selain KOPEK, HIPBAKI dan Sahabat Kelapa Indonesia, pembentukan Otoritas Kelapa Indonesia juga didukung oleh AISKI-Sabut, PEPMIKINDO-minyak kelapa, HIPKI-industri menengah dan besar, GAPNI-nata de coco.
Otoritas Kelapa Indonesia diharapkan bisa mengembalikan kejayaan kelapa Indonesia. Kehadirannya sangat penting sebab krisis kelapa tengah melanda negara penghasil kelapa ini ditandai dengan menurunnya produksi akibat menuanya tanaman kelapa dan berkurangnya luas kebun. Penurunan luas kebun terlihat jelas di Indonesia yang pernah mencapai 3,8 juta hektar kini 2020 tersisa 3,4 juta Hektar.
Akibatnya industri kelapa yang jumlahnya justru bertambah mengalami kesulitan bahan baku yang disaat bersamaan juga diekspor ke negara produsen produk turunan kelapa seperti Thailand, Malaysia dan Hainan China. Indonesia juga diam-diam sudah bukan lagi negara penghasil kelapa terbesar sejak 2018 disalip oleh Filipina yang berhasil meremajakan dan menanam kelapanya hingga mencapai 3,6 juta hektar.
Tugas Otoritas Kelapa Indonesia selain menghimpun dana dari ekspor produk kelapa terutama kelapa bulat juga mengatur agar harga kopra bisa stabil membaik dan menguntungkan petani sehingga menjadi insentif untuk meremajakan kelapanya.
Harga kopra dan kelapa bulat selama ini ditentukan oleh harga CNO (crude coconut oil) di bursa komoditas Rotterdam dan diharapkan Otoritas Kelapa Indonesia bekerja sama dengan negara pengasil kelapa seperti Filipina untuk menyusun strategi agar acuan harga CNO bisa beralih ke Indonesia atau Filipina.
.