Jakarta, mediaperkebunan.id – Tidak ada yang tidak mungkin jika dilakukan bersama-sama, termasuk menyelesaikan masalah legalitas lahan.
Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjenbun menyatakan, tumpang tindih areal perkebunan kelapa sawit rakyat dengan kawasan hutan sampai saat ini masih diupayakan penyelesaiannya. “Kita masih terus berdiskusi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena aturanya sudah ada, tinggal pelaksanaannya,” kata Heru.
Diakui, kenyataan di lapangan kebun milik petani yang sudah bersertifikat hak milik saja masuk dalam kawasan hutan. Persoalannya, penunjukkan sebagai kawasan dilakukan setelah sertifikat hak milik (SHM) terbit. “Sudah ada tanda-tanda baik dari KLHK kasus seperti ini akan dilepas,” tambah Heru.
KLHK hanya minta dibuatkan peta poligon empat titik untuk kebun di kawasan ini. Peta poligon ini hanya berlaku untuk kebun dalam kawasan saja, sedang bila dinyatakan di luar kawasan tidak perlu.
Dari empat titik poligon dengan era teknologi informasi sekarang bisa langsung dioverlay dengan peta kawasan hutan maka dalam waktu 1-1,5 jam hasilnya bisa keluar. Tetapi kalau KLHK menganggap perlu terjun ke lapangan maka Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) siap mendanai.
Menanggapi hal ini Heru berharap, syaratnya jangan perlu waktu lebih lama lagi, apalagi bagi pekebun yang akan melakukan peremajaan sawit rakyat (PSR). “Semuanya harus bisa diselesaikan dengan cepat, harap Heru.
Lebih lanjut, Heru juga meminta asosiasi-asosiasi petani kelapa sawit dapat melakukan kerja nyata dengan membantu membuat peta poligon. Pendamping dan verifikator juga sudah ada yang dilatih bagaimana membuat peta, overlay dengan peta kawasan hutan yang dipunyai Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian sehingga keterampilannya meningkat. “Sudah dua batch, dilaksanakan di Aceh dan Summatera Utara tetapi berhenti sementara oleh PPKM,” jelas Heru. (yin)