JAKARTA, Mediaperkebunan.id – Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengurangi ketergantungan pangan dari beras dengan meningkatkan diversifikasi pangan lokal. Sagu adalah salah satu di antara tujuh komoditas pangan lokal. Diharapkan program ini dapat menjadi sebuah gerakan nasional, terutama dalam rangka program ketersediaan pangan di era normal baru (new normal) pandemi Covid-19.
Hal tersebut dikatakan Sekretaris Badan Ketahanan Pangan (BKP), Kementan, Riwantoro, dalam acara diskusi bulanan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) di House Tani, Gedung PIA Jakarta, Selasa (8/9/2020). Diskusi bertemakan “Diversifikasi Pangan Kokohkan Ketahanan Pangan Nasional” menghadirkan pembicara Dr. Sahara, SP, M.Si dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Sandi Octa Susila (Petani Milenial dengan Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri sebagai pembicara kunci.
Rikwanto mengatakan, tujuan diversifikasi pangan lokal antara lain menurunkan konsumsi beras 2 kilogram per kapita per tahun dan meningkatkan konsumsi pangan lokal sebagai sumber karbohidrat lainnya. Sagu, misalnya, akan ditingkatkan konsumsinya menjadi 0,40 Kg/kapita/tahun.
Selain itu, lanjut Rikwantoro, pihaknya juga meningkatkan produksi bahan baku lokal non karbohidrat, dan menumbuhkan UMKM pangan penyedia pangan lokal. “Memang hingga sekarang ini masih sangat sedikit UMKM yang bergerak di bidang ini,” ujarnya.
Rikwantoro menyebutkan, sasaran kegiatan diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat non beras meliputi 34 provinsi seperti kentang dengan peningkatan produksi di provinsi dan peningkatan konsumsi di tujuh, seperti Sulawesi Tenggara, Riau, Papua..
Menurut RIkwantoro, diversifikasi pangan lokal manfaatnya untuk mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, aktif, dan produktif melalui kecukupan pangan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman.
Sementara itu, Dr.Sahara mengatakan, diversifikasi pangan itu bukan mau menghilangkan konsumsi beras, melainkan hanya untuk mengurangi konsumsi beras. Sehingga sumber pangan lokal juga meningkat sekaligus mengurangi impor pangan lain, seperti terigu.
Menurut Sahara, selama ini pola konsumsi pangan masih tergantung dengan satu bahan pangan utama yaitu beras. “Sehingga sumber makanan yang kita konsumsi terlalu banyak karbohidrat, dan pada akhirnya kekurangan mineral maupun vitamin,” katanya. (YR)