2016, 7 Maret
Share berita:

Guna menjaga kelangsungan sawit di Indonesia, dan pasarnya tidak terganggu di dunia, sejumlah praktisi, akademisi dan penggiat sosial serta masyarakat mendeklarasikan Komunitas Pecinta Sawit di Aula FakultasFarmasiUniversitas Sumatera Utara (USU),

Koordinator Komunitas Pecinta Sawit, Prof DR Ir Erwin Masrul Harahap MS mengatakan, setiap wilayah diberikan kecocokan masing-masing untuk menanam. Di Indonesia, kecocokannya untuk menanam kelapa sawit. Sehingga sejak keberadaan sawit pada tahun 1911 atau sekitar 100-an tahun silam, kualitas sawit di Indonesia menjadi yang terbaik di dunia mengalahkan daerah asalnya Afrika.

“Sawit ini merupakan anugerah dan rahmat dari Tuhan yang diberikan kepada masyarakat di Indonesia. Maka dari itu dengan niat menyebarkan pengetahuan tentang kelapa sawit beserta turunannya, maka kami deklarasikan komunitas pecinta sawit,” kata Erwin.

Tidak hanya, menurut Erwin, Komunitas Pecinta Sawit memiliki tag line Palm Oil for Prosperity (Kelapa Sawit untuk Kemakmuran). Dapat dilihat saat ini, jumlah luas lahan kelapa sawit di Indonesia mencapai 11 juta hektare, pada 2020 diperkirakan akan menjadi 20 juta hektare. Hal ini menunjukkan kelapa sawit menjadi satu penopang perekonomian tanah air, untuk itulah maka pemrintah, perusahaan, petani beserta masyarakat harus sama-sama harus menjaga demi kemakmuran suatu bangsa.

Namun, kondisi tersebut justru membuat pihak luar negeri khawatir terhadap tanaman sawit di Indonesia. Karena itu, pihak asing berusaha melumpuhkan industri sawit yang tumbuh suburini.

“Pihak Negara luar terus melakukan upaya mematikan industri sawit di Indonesia, salah satunya dengan black campaign yang dianggap sebagai mitos. Bahkan, diperparah lagi black campaign tersebut menyebut tanaman sawit sebagai malapetaka. Namun, pada kenyataannya mitos atau pendapat negatif terhadap sawit kita ini tidak benar,” cetus Erwin.

Baca Juga:  PSR: Replanting Sawit dan Replanting Tata Kelola

Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribisnis Strategic Policy Institute (PASPI) menambahkan, ada empat sumber minyak nabati yang saat ini diproduksi masal, yaitu minyak sawit, kedelai, rapeseed dan bunga matahari.

Menurut catatatan PASPI, angka konsumsi terhadap minyak pada tahun 2014 mencapai 145,3juta ton. Dari empat sumber minyak nabati itu, minyak sawit mengalami peningkatan dari 1965 dimulai 16 persen menjadi 42 persen pada 2014, sedangkan minyak kedelai dari 65 persen pada 1965 mengalami penurunan menjadi 32 persen pada 2014, selanjutnya minyak lainnya seperti minyak rapeseed jumlah konsumsinya sebanyak 16 persen dan minyak bunga matahari sebanyak 10 persen.

“Dari jumlah konsumsinya, pasar sawit masih menjanjikan di dunia. Bahkan, masih menjadi peluang yang baik sebagai penopang perekonomian,” ucap Tungkot.

Sementara itu, Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumut, Timbas Prasad Ginting menambahkan, hingga sekarang ‘kampanye hitam’ masih terus dilakukan berbagai elemen dari beberapa negara. Seperti awal tahun ini ada beredar makanan ringan dari Italia bertuliskan palm oil free yang sudah beredar di Jakarta.

“Kami minta instan si terkait terutama Badan Pengawas Peredaran Obat dan Makanan (BPPOM) untuk mencabut izin perusahaan itu. Karena, tulisan palm oil free pada bagian depan bungkusan merupakan bentuk kampanye hitam,” pungkas Timbas. YIN