Setelah membangun tugu kakao dan mengklaim sebagai Cocoa City, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara tengah membangun Cocoa Village yang diharapkan menjadi agrowisata berbasis perkebunan kakao.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Kolaka Bachrun Hanise, pembangunan Cocoa Village tengah berlangsung ditargetkan pada April 2016. Pada kawasan ini akan terbangun galeri cokelat, theater, Unit Pengolahan Hasil, gudang cokelat dan terintegrasi dengan hamparan kakao milik masyarakat seluas 300 ha, tepatnya di Kelurahan Lalomba, Kecamatan Kolaka.
Melalui kebun ini diharapkan dapat menjadi education center bagi masyarakat Kolaka maupun pengunjung dari daerah lain di Indonesia, tentang tanamam yang telah menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat. “Sehingga masyarakat di Kolaka paham bagaimana cokelat itu diolah hingga menjadi cokelat,” kata Badrun.
Pada galeri cokelat akan dipajang cokelat buatan masyarakat atau pabrikan yang bijinya menggunakan biji kakao asal Kolaka. Sementara di theater menjadi arena pelaksanaan pelatihan dan pertemuan petani kakao, dan pagelaran seni lokal untuk menghibur para pengunjung. Di UPH masyarakat dapat melihat bagaimana penangan pasca panen kakao hingga menjadi produk jadi. Sem entara gudang kakao akan menjadi tempat penampungan hasil panen dari kebun kakao di kawasan ini.
Untuk memanjakan pengunjung di kawasan ini juga akan dilengkapi wahana permainan dan berbagai tempat makan. “Sehingga tempat ini cocok dikunjungi bersama keluarga.” Untuk menjadi tempat berfoto-foto di kawasan ini akan dibangun air mancur serta jembatan gantung,
Selain menyadar turis lokal, Cocoa Village Kolaka ini juga akan mencoba menarik wisatawan asing yang ingin mengetahui bagaimana cokelat yang sering mereka santap dihasilkan. Adapun fasilitas yang ditawarkan lebih kepada pengalaman melihat kehidupan para petani dalam mengolah cokelat serta dapat ikut serta di dalamnya. “Untuk pengunjungi asing, rencananya akan dibangun homestay dengan memanfaatkan rumah warga yang nantinya akan direnovasi.”
Untuk mendapatkan kunjungan wisman tersebut maka Pemda akan mencoba memasarkan melalui media sosial, serta menjalin kerjasama dengan penyedia jasa perjalanan dengan melekatkan kunjungan ke Kolaka satu paket dengan destinasi lain seperti Toraja atau Manado.
Sementara menurut Baso, petani kakao yang kebunnya menjadi bagian dari cocoa village ini, mengaku sangat diuntungkan dengan agrowisata ini. Ia memiliki kebun kurang lebih 2 ha yang dirawat dengan baik dan untuk per pohonnya bisa menghasilkan 200 buah. Jika tempat musim panen maka pengunjung dapat melihat bagaimana pohon-pohon kakao penuh dengan buah. “Tentu ini akan menjadi pengalaman yang menarik,” katanya.
Adapun agrowisata ini cukup didukung infrastruktur yang baik, dimana di Kolaka terdapat Hotel berbintang, serta bandara udara yang disinggahi maskapai nasional dari Makassar setiap hari. Wisatawan asing yang singgah ke Kolaka juga tidak hanya bisa melihat cocoa village namun juga bisa menikmati wisata bawah laut di Pulau Padamarang, Kabupaten Kolaka.
Diharapkan keberadaan agrowisata ini tidak saja mendatangkan wisatawan ke Kolaka namun juga mempromosikan kakao Indonesia bagi masyarakat lokal maupun luar negeri. Bahwa Indonesia, khusunya Kolaka, adalah penghasil bahan baku makanan yang paling dicintai di dunia yakni cokelat. YIN