Kokoh dan bertahan di tengah badai. Inilah gambaran yang tepat untuk industri sawit Indonesia tahun 2017. Tantangan dari berbagai sisi menghadang perkembangan industri sawit Indonesia, akan tetapi industri sawit Indonesia terus berbenah diri dan meningkatkan kinerjanya di berbagai aspek.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) di kantor pusat GAPKI dalam konfrensi pers.
Terbukti, menurut catatan Joko, tahun 2017, industri sawit Indonesia mencatatkan kinerja yang baik. Hall itu terlihat dalam data yang diolah GAPKI. Produksi CPO tahun 2017 mencapai 38,17 juta ton dan PKO sebesar 3,05 juta ton sehingga total keseluruhan produksi minyak sawit Indonesia adalah 41,98 juta ton.
“Angka ini menunjukkan peningkatan produksi sebesar 18% jika dibandingkan dengan produksi tahun 2016 yaitu 35,57 juta ton yang terdiri dari CPO 32,52 juta ton dan PKO 3,05 juta ton. Sementara itu stock minyak sawit Indonesia pada akhir tahun 2017 adalah 4,02 juta ton,” papar Joko.
Sementara itu, Sekjend GAPKI, Togar Sitanggang menambahkan harga rata-rata CPO tahun 2017 pun meningkat. Ini terlihat masih dalam data GAPKI bahwa harga di tahun 2017 tercatat US$ 714,3 per metrik ton atau meningkat 2% dibandingkan dengan harga rata-rata tahun 2016 yaitu US$ 700,4 per metrik ton.
Kemudian berdasarkan data yang diolah GAPKI dari berbagai sumber ekspor minyak sawit Indonesia (CPO dan turunannya) tidak termasuk biodiesel dan oleochemical pada tahun 2017 meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 23% atau dari 25,11 juta ton pada tahun 2016 meningkat menjadi 31,05 juta ton di tahun 2017.
“Artinya nilai sumbangan devisa minyak sawit juga meningkat seiring kenaikan volume ekspor dan harga yang cukup baik, Tahun 2017 nilai ekspor minyak sawit Indonesia menembus 22,97 milyar dollar AS atau meningkat 26% dibandingkan tahun 2016 yang hanya mencapai 18,22 milyar dollar AS. Nilai ekspor minyak sawit tahun 2017 ini merupakan nilai tertinggi yang pernah dicapai sepanjang sejarah ekspor minyak sawit Indonesia,” papar Togar.
Kemudian, lanjut Togar di tahun 2017, hampir semua negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia mencatatkan kenaikan permintaan minyak sawitnya. India mencatatkan kenaikan permintaan yang signifikan baik secara volume maupun persentase.
Sepanjang tahun 2017 India meningkatkan permintaan minyak sawitnya menembus 7,63 juta ton atau naik 1,84 juta ton atau naik 32% dibandingkan dengan tahun 2016 dimana total permintaan sebesar 5,78 juta ton.
Ekspor ke negara-negara Afrika pun juga mencatatkan peningkatan 50% (2016 : 1,52 juta ton, 2017 : 2,29 juta ton). Kenaikan terus diikuti oleh China sebesar 16% (2016 : 3,23 juta ton, 2017 : 3,73 juta ton), Negara-negara Uni Eropa naik 15% (2016 : 4,37 ton, 2017 : 5,03 juta ton).
“Begitu juga dengan ekspor ke Pakistan naik 7% atau di tahun 2016 sebesar 2,07 juta ton, tahun 2017 sebesar 2,21 juta ton, dan Amerika Serikat naik 9%, atau di tahun 2016 sebesar 1,08 juta ton dan 2017 sebesar 1,18 juta ton. Lalu, Bangladesh juga meningkat naik 36% atau di tahun 2016 sebesar 922,85 ribu ton dan di tahun 2017 sebesar 1,26 juta ton dan Negara-negara Timur Tengah yang juga mengalami kenaikan naik 7% atau di tahun 2016 sebesar 1,98 juta ton, dan tahun 2017 menjadi 2,12 juta ton,” urai Togar.
Bahkan, Togar pun mengakui bahwa di sepanjang tahun 2017, kekhawatiran akan adanya kebakaran lahan dapat teratasi dengan baik, hampir tidak ada kasus kebakaran di perkebunan kepala sawit. Ini karena GAPKI dan perusahaan anggotanya telah melakukan berbagai upaya mencegah terjadi kebakaran lahan dan hutan (karlahut) di sekitar konsesi.
Adapun caranya yaitu dengan pembentukan Desa Siaga Api diberbagai daerah dan sampai pada akhir 2017 telah tercatat lebih dari 572 Desa Siaga Api yang dibentuk oleh perusahaan anggota GAPKI dengan berbagai nama.
Pelatihan antisipasi dan mitigasi karlahut juga dilaksanakan di berbagai daerah. “Kegiatan ini akan terus ditingkat dan dilanjutkan untuk ke depannya,” pungkas Togar. YIN