Manfaat minyak sawit Indonesia tidak hanya dinikmati masyarakat Indonesia melainkan hampir seluruh masyarakat dunia.
Perkembangan minyak sawit Indonesia yang tergolong revolusioner menarik dan menjadi perhatian masyarakat global. Perubahan posisi minyak sawit menjadi minyak nabati dunia menggantikan minyak kedelai yang hampir 100 tahun menjadi minyak utama dunia, telah melahirkan dinamika baru persaingan minyak nabati global.
Peningkatan produksi minyak sawit dunia, khususnya minyak sawit Indonesia, telah membawa perubahan pada pasar empat minyak nabati dunia, yaitu sawit, kedelai, bunga matahari, dan rapeseed. Pada 2014, luas areal empat minyak nabati dunia sekitar 191 juta ha, terdiri dari 58% (110 juta ha) adalah area kedelai. Sedangkan luas perkebunan sawit hanya 10% , yakni 19 juta ha.
Namun dari segi produksi minyak, kedelai hanya menghasilkan minyak sebesar 47 juta ton atau 31 %, sedangkan sawit mampu menghasilkan minyak sebesar 62 juta ton atau 41 % dari total produksi empat minyak nabati utama dunia. Dengan demikian, telah terjadi perubahan pangsa minyak sawit dan minyak kedelai dalam pasar minyak nabati dunia.
Terbukti, pangsa minyak sawit meningkat dari 26% (1980) menjadi 41% (2014). Sedangkan pangsa minyak kedelai turun dari 53% menjadi 31% pada periode yang sama. Terjadi juga perubahan pada pola konsumsi minyak nabari global. Pangsa minyak sawit meningkat cepat dari 22% (1980) menjadi 42% (2014). Sebaliknya minyak kedelai turun dari 55% menjadi 32% pada periode yang sama.
Perubahan pangsa produksi dan konsumsi minyak nabati dunia tersebut menempatkan minyak sawit sebagai minyak nabati primadona dunia dan Indonesia sebagai produsen utama dunia telah membawa dinamika tersendiri dalam politik ekonomi Internasional. Minyak sawit dan Indonesia menjadi sorotan Internasional.
Manfaat minyak sawit Indonesia tidak hanya dinikmati Indonesia melainkan hampir seluruh masyarakat dunia ikut menikmatinya melalui kegiatan ekspor minyak sawit Indonesia ke berbagai negara. Negara utama tujuan ekspor minyak sawit Indonesia selama ini adalah India, Tiongkok, Uni Eropa, dan negara lainnya. Minyak sawit sebagai minyak nabati yang tersedia dalam volume yang cukup secara global dan dengan harga kompetitif menyebabkan minyak sawit banyak dikonsumsi di hampir setiap negara.
Produktivitas minyak sawit yang lebih tinggi menyebabkan harganya di pasar Internasional konsisiten lebih murah dibandingkan minyak nabati lain. Harga minyak sawit yang lebih kompetitif tersebut memberi manfaat bagi masyarakat dunia.
Pertama, harga minyak sawit yang relatif murah dan tersedia secara internasional dapat mencegah kenaikan berlebihan harga minyak nabati lain. Ini menguntungkan bagi negara-negara yang berpendapatan rendah seperti kawasan Afrika.
Kedua, kehadiran minyak sawit juga mengurangi masalah trade-off antara fuel dengan food yang dihadapi negara-negara maju termasuk Uni Eropa. Sebagaimana analisis OECD (2006) jika Uni Eropa mengurangi 10% saja konsumsi BBM fosil dan digantikan dengan biofuel, maka harus mengkonversi 70% lahan pertaniannya menjadi tanaman minyak nabati. Dengan ketersediaan minyak sawit secara internasional, maka program substitusi BBM fosil menggunakan biodiesel dapat dilakukan, dan Uni Eropa tidak harus mengkonversi lahan pertaniannnya.
Hal tersebut telah dikonfirmasi di Uni Eropa yang sekitar 38% impor minyak sawitnya digunakan untuk energi, baik biodiesel maupu listrik.Ketiga, ketersediaan minyak sawit di negara-negara maju juga menciptakan manfaat ekonomi di negara-negara importir. Untuk Uni Eropa misalnya, manfaat ekonomi yang tercipta di sana akibat penggunaan minyak sawit setiap tahun meningkatkan GDP Uni Eropa sebesar 5,7 miliar Euro, menciptakan penerimaan pemerintah 2,6 miliar Euro, dan menciptakan kesempatan kerja 117 ribu orang. Sumber: Sawit.or.id/YIN