Pekabaru, mediaperkebunan.id – Andalas Forum V Tahun 2025 dengan tema “Hambatan, Tantangan, dan Strategi dalam Pengelolaan Industri Kelapa Sawit Indonesia yang Berkelanjutan”. Menurut Eddy Martono, Ketua Umum GAPKI dalam pidato pembukaan hambatan dan tantangan industri sawit sekarang ada dan penyelesaiannya tidak mudah, baik dari dalam maupun luar negeri. Padahal sawit dituntut berperan dalam Indonesia emas 2045.
Hambatan dari luar negeri adalah Geopolitik, yang terakhir perang India dan Pakistan. Perang ini sangat mengkuatirkan sebab India adalah importir nomor 2 terbesar sawit Indonesia sedang Pakistan nomor 3. “Syukur saat ini sudah gencatan senjata dan saya berharap berlanjut sampai perdamaian,” kata Eddy.
Hambatan lain dari luar negeri adalah kenaikan tarif dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang sekarang ditunda. Ekspor minyak sawit Indonesia ke Amerika Serikat dalam 5 tahun terakhir naik terus, dari dibawah 1 juta ton sampai sekarang jadi 2 juta ton dan tertinggi pernah 2,5 juta ton.
Kalau tarif dikenakan Indonesia kalah bersaing dengan Malaysia, yang kena tatif 25% sedang Indonesia 32%. Amerika Serikat bisa beralih mengimpor dari Malaysia. Saat ini 89% minyak sawit yang dibeli Amerika Serikat dari Indonesia.
GAPKI minta perlakukan khusus sebab industri minyak sawit Indonesia dibebani DMO, PE, dan BK sehingga tidak kompetitif. Kalau diberi perlakukan khusus dalam 3 tahun kedepan ekspor minyak sawit Indonesia ke Malaysia bisa mencapai 3 juta ton.
Industri sawit berperan sangat penting ada 16 juta orang dan keluarganya yang hidupnya bergantung dari sawit. Tahun 2024 devisa sawit USD27,76 miliar atau Rp440 triliun. Devisa sawit ini harus dijaga. Industri sawit sudah 3 kali menyelamatkan ekonomi Indonesia yaitu saat krisis moneter, krisis ekonomi global ketika harga mortage di AS jatuh dan Covid 19.
Sedang tantangan dari dalam negeri produksi stagnan padahal kebutuhan meningkat. Konsumsi dalam negeri mencapai 45,2% dari produksi. Indonesia selain sebagai produsen terbesar juga konsumen terbesar.
“Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika Indonesia tidak punya sawit. Sawit harus dijaga. Mandatory biodiesel jadi B50 akan meningkatkan konsumsi dalam negeri. Peremajaan harus ditingkatkan supaya produksi jangan tergerus konsumsi dan ekspor berkurang,” katanya.

Untuk meningkatkan produktivitas GAPKI mendapatkan dukungan dari Kementan berupa izin mendatangkan serangga penyerbuk baru dari Tanzana. Saat ini sedang dikembang biakan di Sumatera Utara. Serangga penyerbuk ini lebih agresif tetap beraktivitas meskipun hujan, beda dengan Elaeidobius sp yang saat ini kalau hujan tidak mau menyerbuk. Diharapkan produktivitas meningkat.
Eddy juga berharap dengan Perpres nomor 5 tahun 2025 permasalahan sawit dalam kawasan hutan dapat segera diselesaikan. Saat ini banyak petani sudah punya SHM tetapi dinyatakan masuk dalam kawasan hutan sehingga tidak bisa ikut PSR.
Perpres 16 tahun 2025 tentang ISPO diminta segera terbit Peraturan Menteri Pertanian, Perindustrian, Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai tindak lanjutnya. Revisi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tentang limbang cair kelapa sawit juga jangan jadi disinsentif. Perpanjangan HGU menurut laporan anggota masih banyak yang tertahan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional padahal sudah lama diproses.
“Butuh advokasi untuk sinkronisasi semua peraturan. Perusahaan kelapa sawit butuh kepastian hukum. Jangan sampai industri penghasil devisa ini mati karena tidak didukung. Industri ini diurus 37 kementerian /lembaga. Dari satu Peraturan Pemerintah saja ada 2 kementerian yang punya wewenag yaitu pendirian PKS dan saling bertabrakan. Mudah-mudahan semua permasalahan ini bisa selesai,” katanya.