2021, 2 Oktober
Share berita:

Jakarta, Mediaperkebunan.id

Setahun terakhir terutama pada masa pandemi Covid-19, permintaan kelapa baik pasar lokal, ekspor maupun industri meningkat. Harga kelapa stabil tinggi sehingga petani kelapa bisa hidup layak karena usaha taninya mampu mencukupi kebutuhan hidup. Demikian perbincangan Mediaperkebunan.id dengan beberapa tokoh petani di sentra kelapa yaitu Asri Lambo (Banyuasin, Sumsel), Yasin (Banyuwangi, Jawa Timur) dan Umpel (Minahasa Selatan, Sulawesi Utara).

Menurut Asri aktivitas jual beli kelapa tidak terhambat dengan adanya pembatasan-pembatasan pada masa pandemi lalu. Permintaan dari eksportir dan industri baik lokal maupun nasional tinggi. “Justru pada masa pandemi petani kelapa di Banyuasin hidup berkecukupan dari kelapa. Kelapa menjadi penopang ekonomi di masa pandemi,” kata pengurus Perhimpunan Petani Kelapa Indonesia ini.

“Harga yang paling tinggi sebenarnya untuk pasar tradisional. Tetapi permintaanya sedikit dibanding untuk ekspor dan industri. Ekspor kelapa Sumsel ke China sebagian besar dari Banyuasin. Selain itu industri kelapa di Sumsel dan provinsi sekitarnya juga mengandalkan Banyuasin sebagai sumber pasokan,” katanya.

Panen dilakukan setahun 4-5 kali. Setiap panen produksi 3000-5000 butir kelapa. Saat ini harga kelapa mulai agak turun jadi Rp2500/butir sehingga pendapatan petani per ha rata-rata Rp9 juta/panen. Bagi petani selama harga diatas Rp2000/butir itu masih menguntungkan.

Permasalahan yang dihadapi adalah tingginya biaya pemeliharaan yaitu perbaikan kanal dan tanggul. Petani melakukannya sendiri karena tidak ada bantuan pemerintah. Masalah lainnya saat ini adalah naiknya harga herbisida sampai 100%. Setelah panen perawatannya adalah membersihkan rumput. Petani sudah terbiasa menggunakan herbisida karena tidak sanggup bila manual.

Yasin Ketua Kelompok Tani Sri Wangi di Banyuwangi menyatakan tingginya permintaan untuk ekspor membuat harga kelapa Banyuawangi ikut terdongkrak. Kelapa Banyuwangi sendiri sebenarnya tidak untuk keperluan ekspor tetapi lebih banyak untuk keperluan lokal Jawa Tmur.

Baca Juga:  ICC SIAP KERJASAMA DENGAN SEMUA PIHAK ATASI MASALAH KELAPA

Saat ini harga kelapa mencapai Rp4700/butir. Panen dilakukan 50 hari sekali dengan produksi 1500-3000 butir/ha. Bila produksi 2.000 butir rata-rata maka setiap 50 hari petani mendapatkan penghaslkan Rp9 juta/ha.

Permasalahan utama perkebunan kelapa di Banyuwangi adalah konversi kebun menjadi pemukiman. “Di sini hampir tidak ada orang menebang kebun kelapa diganti tanaman lain. Kelangkaan lahan membuat pemukiman ekspansi ke kebun kelapa,” katanya. Petani ada yang menanam kakao dibawah pohon kelapa.

Permasalahan lain adalah lokasi yang dekat Bali membuat permintaan janur juga tinggi. Petani yang terdesak masalah keuangan biasanya memilih menjual janur. Akibatnya produksi kelapa turun 30-40% bahkan sampai 80% .Dengan perawatan minim petani kelapa pasti punya usaha tani lain. Rata-rata mereka juga petani padi atau menanam melon dan semangka. Dengan dikembangkannya Banyuwangi sebagai destinasi wisata beberapa kebun kelapa juga menjadi destinasi agro wisata.

Umpel, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sulut menyatakan saat ini justru ketika pandemi, ekonomi petani kelapa sedang bagus. Petani Sulut entah menjual dalam bentuk kelapa butiran atau kopra semuanya tetap menguntungkan. Tingginya permintaan produk kelapa di luar negeri membuat kondisi ini terjadi.

Kebun kelapa relatif tidak pernah dipupuk, perawatan kelapa juga minim sehingga petani punya usaha tani lainnya. Di dataran rendah yang tanahnya rata sebagian besar petani menanam jagung dibawah pohon kelapa, sedang di perbukitan menanam cabe. Jagung dan cabe dipupuk secara intensif otomatis kelapanya juga secara tidak langsung dipupuk.

Panen dilakukan 4 kali setahun dengan produksi rata-rata 350 kg/ha. Harga saat ini Rp13.000/kg. Umpel sendiri menjual kopra ke sebuah pabrik minyak perusahaan multinasional, sedang kelapa butiran dijual pada pabrik tepung kelapa. Di Minahasa selatan saat ini ada 4 pabrik tepung kelapa.

Baca Juga:  BLOK PENGHASIL TINGGI SEBAGAI SUMBER BENIH, KEKELIRUAN YANG DITERUSKAN

“Pandemi tidak mempengaruhi ekonomi petani kelapa Sulut. Justru pada saat sektor lain kinerjanya menurun kami malah mendapat harga tinggi. Petani kelapa saat ini secara ekonomi justru sedang menikmati kesejahteraanya,” kata Umplel