Jakarta, mediaperkebunan.id – Dadang Kurnia dari Perkebunan Bajabang Group dan dosen Universitas Baturaja, Ogan Komering Ilir, Sumsel , meneliti kemitraan antara pekebun karet dengan perusahaan besar , dengan harapan model ini memberi manfaat baik secara ekonomi maupun sosial bagi kedua belah pihak.
Penelitian berlokasi pada 2 kebun di Kecamatan Tebo Tengah, Tebo, Jambi, yang sudah bermitra dengan perusahaan sejak tahun 2007; luas kebun karet 1.638 ha dengan 300 petani; rata-rata petani punya kebun 5,46 ha/orang; sebagian besar juga mereka bekerja untuk perusahaan, segingga settiap bulannya mereka, selain menerima pembagian keuntungan juga mendapatkan gaji dari perusahaan.
Skema kemitraannya adalah pekebun sebagai pemilik lahan membentuk koperasi; pekebun menyerahkan dokumen lahandan memberikan kewenangan kepada pengurus koperasi untuk mencari partner potensial; koperasi bekerjasama dengan perusahaan membuat MoU diketahui oleh kepala desa, camat, kepala dinas koperasi dan kepala dinas perkebunan serta bupati Kabupaten Tebo. Perjanjian kerjasama ini melibatan tiga pihak yaitu koperasi sebagai perwakilan petani, perusahaan dan pemda dengan tujuan membangun dan mengembangkan pola kemitraan perkebunan karet.
Perusahaan bertanggung jawab dalam pengelolaan perkebunan karet dengan mekanisme pembagian keuntungan; pembagian keuntungan antara koperasi dengan perusahaan adalah 50:50 berdasarkan keuntungan bersih.
Dua kebun yang bermitra ini jaraknya berjauhan. Koperasi 1 kebun luas 392 ha, koperasi 2 1.246 ha, masing-masing beroperasi secara mandiri. Sample penelitian ini untuk koperasi 1 tanaman tahun 2007-2009 seluas 220,8 ha dan koperasi 2 tanaman tahun 2008-2015 seluas 1.186,6 ha.
Di koperasi 1 produksi karet kering berfluktuasi pertahunnya, secara signifikan meningkat dari tahun 2013 81.455 kg menjadi 439.107 kg (puncak produksi) tahun 2023. Fluktuasi produksi disebabkan sejumlah faktor seperti umur tanaman, iklim, penyakit daun dan praktek budidaya. Di koperasi 2 produksi karet kering naik dari 232.004 kg tahun 2016 menjadi 1.417.953 kg tahun 2023. Penanaman tahun 2008-2015 meningkat dari 416 ha tahun 2016 menjadi 1.183,6 ha tahun 2023.
Koperasi 1 harga karet kering tertinggi bervariasi paling tinggi Rp23.011/kg pada September 2024 dan paling rendah Rp16.106 pada tahun 2025. Di koperasi 2 harga karet terendah Rp14.567 tahun 2016 dan paling tinggi Rp23.147/kg.
Pada koperasi 1 peningkatan produktivitas karet kering luar biasa dari 369 kg/ha tahun 2013 menjadi 1.989 kg/ha tahun 2023. Hal ini menunjukkan pengelolaan perkebunan yang baik serta daya dukung lahan spt topografi yang datar dan cukupnya tenaga kerja penyadap.
Sedang pada koperasi 2 produktivitas berfluktuasi dari 558 kg/ha tahun 2016 menjadi 1.198 kg/ha pada tahun 2023. Produktivitas relatif rendah karena kebun relatif berbukit dan jauh dari desa/pemukiman penduduk. Kondisi ini menyebabkan kesulitan mencari penyadap, akibatnya banyak pohon yang tidak disadap sehingga produktivitas masih terbilang rendah.
Pada koperasi 1 data menunjukkan ada peningkatan produksi dan keuntungan dari tahun 2013-2024. Produktivitas yang semakin meningkat menujukkan manajemen usaha tani lebih baik. Penjualan dan pembagian keuntungan juga semakin meningkat tergantung pada harga karet. Secara umum kinerja keuanganya positif. Secara ekonomi kemitraan berjalan sukses karena masing-masing pihak mendapat manfaat dari naiknya produksi, kenaikan harga dan pembagian keuntungan setiap tahun.
Pada koperasi 2 menunjukkan kinerja positif juga dilihat dari meningkatnya penjualan dan pembagian keuntungan. Hal ini ditunjang oleh perluasan lahan dan naiknya harga karet. Produksi yang berfluktuasi setiap tahun menunjukkan perlu perbaikan, terutama manajemen sadap, yaitu bagaimana supaya kebutuhan tenaga sadap terpenuhi.
Kemitraan ini terbukti mampu mengurangi kemiskinan dengan naiknya pendapatan pekebun karet di Tebo. Kemitraan pekebun dengan perusahaan besar membuat peluang pasar semakin besar dengan harga yang kompetitif. Dari kemitraan, pekebun belajar teknik budidaya karet yang lebih baik. Petani juga belajar manajemen perkebunan yang membuat mereka lebih mandiri dan profesional dalam mengelola kebunnya.
Dalam kemitraan ini petani bergabung dengan koperasi untuk memfasilitasi manajemen dan distribusi pembagian keuntungan. Hal ini menciptakan komunitas dan solidaritas antar pekebun karet Tebo, yang memperkuat ikatan sosial mereka. Kemitraan membuat kerjasama yang lebih baik antara pekebun dengan perusahaan. Kerjasama ini memberi manfaat bagi kedua belah pihak termasuk keamanan perkebunan. Juga membuka akses pada infratruktur dan fasilitas umum yang dapat mengurangi urbanisasi, juga memastikan kesinambungan lebih banyak pemertaaan pendapatan di perdesaan.
Kemitraan ini berkontribusi positif pada kesejahteraan petani, pemberdayaan masyarakat dan pembangunan infrastruktur. Keberlanjutan kemitraan tidak hanya meningkatkan standar hidup petani tetapi berperan penting dalam pembangunan sosial ekonomi daerah.
Tantangan yang dihadapi adalah ketidakseimbangan relasi kuasa, kurangnya transparansi, harga karet yang sangat berfluktuasi, masalah infrastruktur , kepatuhan pada perjanjian, isu lingkungan, ketergantungan ekonomi, pembatasan sosial dalam komunitas. Isu lainnya adalah keterbatasan pendidikan pekebun, penyalahgunaan kekuasaan di dalam manajemen koperasi, ketidakpuasan pekebun dan perbedaan tafsiran mengenai kepemilikan lahan. Untuk mengatasinya fokus pada peningkatan transparansi, pendidikan dan pelatihan, pengawasan koperasi, dan dialog terbuka antara perusahaandengan manajemen koperasi yang difasilitasi pemerintah daerah/pemda.
Keberlanjutan kemitraan perkebunan karet di Tebo memerlukan kesimbangan antara transparansi keuangan, pemberdayaan pekebun dan manajemen lingkungan. Penekanan pada tiga hal ini akan meningkatkan keberlanjutan kemitraan. Dukungan pemerintah sangat penting untuk membuat kebijakan dan regulasi yang bertumpu pada prinsip keterbukaan serta berkeadilan untuk para pihak.