Berbagai cara terus dilakukan untuk meningkatkan produksi komoditas pertanian termasuk mensejahterakan petani, diantaranya kepada petani tembakau.
Budidoyo Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) turut prihatin dengan kondisi petani tembakau di Indonesia. Bagaimana tidak, saat ini produktivitas tanaman tembakau masih rendah. Artinya dengan rendahnya produktivitas maka pendapatannya pun otomatis ikut rendah.
Melihat hal tersebut maka perlu dicarikan solusi untuk meningkatkan produktivitas sehingga bisa ikut mengerek pendapatan petani. Namun rendahnya produktivitas tanaman tembakau ini bukanlah tanpa sebab.
“Diantaranya, minimnya akses pasar secara langsung oleh petani, keterbatasan modal, teknik pertanian tradisional yang tidak efisien, serta kurangnya dukungan teknis dan infrastruktur pertanian.Makatidaklahheranjikaproduktivitas tembakau nasional berada jauh di bawah permintaan pasar,” jelas Budidoyo.
Bahkan jika melihat catatan AMTI, di tahun 2013 total hasil panen tembakau hanya mencapai 189.600 ton, sedangkan permintaan pasar di tahun yang sama mencapai 315.000 ton. Artinya dengan adanya selisih antara permintaan pasar dengan hasil produksi.
Melihat hali ini maka perlu adanya gebrakan untuk bisa memenuhi pasar, yaitu dengan meningkatkan produktivitas sehingga tercipta peningkatan produksi. Sebab seperti diketahui bahwa produktivitas tanaman tembakau yang ada saat ini masih bisa ditingkatkan lagi.
“Salah satunya yaitu program kemitraan antara petani dan pemasokataupabrikan seperti yang diterapkan dalam program Integrated Production System (IPS – Sistem Produksi Terintegrasi) di pertanian tembakau Rembang, Jawa Tengah,” saran Budidoyo.
Terbukti, menuut Budidoyo, program kemitraan merupakan salah satu solusi yang baik untuk menjawab berbagai permasalahan di pertanian tembakau, khususnya terkait dengan produktivitas dan akses pasar petani yang dijamin oleh pemasok tembakau.
Selain itu, para petani juga mendapatkan edukasi bercocok tanam yang baik melalui pendampingan dari pemasok serta akses terhadap teknik pertanian modern yang dapat meningkatkan efisensi produksi. “Kami berharap program IPS dapat diimplementasikan di pertanian tembakau lainnya agar industri tembakau yang berkualitas dapat terus dilestarikan,”urai Budidoyo.
Kemudian, Budidoyo menambahkan, IPS yang dijalankan melalui kontrak kerjasama antara pemasok daun tembakau dengan para mitra petani tembakau. Dalam kerjasama ini, para petani mendapatkan pendampingan pertanian, akses permodalan, sarana dan prasarana pertanian, serta jaminan akses pasar yang sangat diperlukan oleh petani.
Bahkan petani juga akan mendapatkan informasi dan bimbingan mengenai Praktik Pertanian yang Baik (Good Agricultural Practices – GAP) untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, produktivitas, serta penghasilan yang diterima dari panen tembakau. Dengan sendirinya, kesejahteraan para petani juga akan membaik.
Terbukti, lima tahun sudah sejak progam IPS diterapkan di Rembang, produksi tembakau telah meningkat secara signifikan dan menjadi lebih menarik bagi komunitas petani. Hal ini dapat dilihat dari jumlah petani tembakau yang meningkat hingga mencapai 7.000 pada tahun 2014.
Lebih lanjut, program kemitraan tidak hanya meningkatkan produktivitas tapi juga kualitas dari tembakau tersebut. Sebab didalam program kemitraan tersebut banyak informasi dan bantuan sehingga kualitas dan jumlah hasil panen tembakau semakin meningkat. “Hasilnya, pemasukkan yang petani pun jugameningkatsehinggapenghidupan petanimenjadilebih baik bagi lagi,” pungkas Budidoyo. YIN