Jakarta, Mediaperkebunan.id
Untuk menjamin pemasaran tbs pekebun peserta PSR, Ditjenbun mendorong kemitraan pekebun dengan perusahaan. Bahkan dalam PSR kemitraan diwajibkan. Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjenbun menyatakan hal ini.
“Bagaimanapun juga nanti yang beli TBS adalah PKS. Kecuali di beberapa daerah yang sudah direncanakan akan dibangun PKS mini maka kewajiban kemitraan ini tidak berlaku. PKS mini juga perlu dikaji jumlah dan kapasitas kebunnya, jangan sampai karena banyak PKS mini, TBS pekebun jalan-jalan mencari yang berani beli dengan harga lebih tinggi,” katanya.
Dengan kemitraan maka PKS juga punya ketergantungan yang tinggi pada pekebun. Dengan cara ini maka kedua belah pihak saling tergantung sehingga kemitraan bisa sejajar dan saling mengungtungkan.
Kemenko Perekonomian sudah mengorganisir peningkatakan kemitraan antara GAPKI dengan pekebun dan kedepan kemitraan diharapkan semakin berkembang, ribuah ha sudah diproses dari MoU.
Kemitraan yang sedang dibangun sekarang harus dibuat lebih baik dari kemarin. Kemitraan petani dengan perusahaan sekarang juga berbeda dengan era PIR dulu. Pada PIR perusahaan membangun dari nol, sedang sekarang petani punya modal Rp30 juta/ha.
“Dengan kondisi sekarang maka kemitraan harus sejajar. Kemitraan sejajar ini membuat jadi langgeng. Kemitraan yang putus pada masa lalu hendaknya bisa disambung lagi,” katanya. Kerjasama kemitraan bisa berupa pelaksanaan tumbang ciping dan tanam, pemeliharaan tanaman dan kebun, inti – plasma. Melalui permentan nomor 18 tahun 2021 ada banyak opsi kemitraan. Pemerintah memberi banyak pilihan kemitraan asal keduabelah pihak menyepakati.
Herry Wirianata, Dosen Faperta, Instiper menyatakan selama ini kalau bicara PSR, selalu tentang kemitraan, dan kemitraan artinya inti plasma. Dengan kemitraan inti plasma masalah utama yaitu harga TBS bisa diselesaikan.
Pengalaman Herry dengan sebuah perusahaan besar ternyata kemitraan dengan petani swadaya juga mudah. Perusahaan itu membina 2 mitra yaitu plasma dan swadaya. Petani swadaya berupa Gabungan Kelompok Tani diberi sentuhan bisnis yaitu penampung TBS untuk perusahaan, dengan kesepakatan yang tidak rugikan pekebun.
“Ternyata tidak sulit membina petani swadaya. Kuncinya komunikasi. Setiap 2 minggu perusahaaan mengadakan webinar dengan seluruh petani swadaya binaannya mulai dari aspek best practises, manajemen sampai sustainability,” katanya.
Dengan cara ini maka produktivitas petani meningkat, perusahaan juga mendapat TBS berkualitas. “Kuncinya keduabelah pihak masing-masing dapat untung. Kalau sudah seperti ini maka sustainability bisa dicapai,” katanya.
Kendala petani untuk peningkatan produktivitas selama ini adalah kondisi lahan, pupuk dan panen. Dia komunikasi daring hal-hal ini bisa diatasi bahkan sampai persiapan ISPO wajib lima tahun ke depan dan membangun data base.