2017, 2 November
Share berita:

Nusa Dua – Sesuai dengan UU Nomor 39 Mengenai Perkebunan terdapat tiga komoditas diatur yang dalam pengelolaan terintegrasi antara on farm dan off farm, baik antara industri dan petani sebagai plasma. Tiga komoditas tersebut adalah kelapa sawit, tebu, dan teh.

“Disinilah, pemerintah hadir melindungi petani. Jangan sampai ada petani yang mengembangkan sawit tanpa bermitra dengan industri,” tutur Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Bambang kepada perkebunannews.com disela-sela acara 13th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2017 yang mengangkat tema Growth through Productivity: Partnership with Smallholders.

Hal senada diungkapkan, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution bahwa memang harus harus ada model atau pola kerjasama antara perkebunan rakyat dengan perusahaan. Sebab, melalui kemitraan maka perusahaan akan mendapatkan jaminan bahan baku dalam hal ini tandan buah segar (TBS) dan petani akan mendapatkan jaminan pasar.

“Hal ini karena pemerintah sangat yakin sudah sangat sulit untuk melakukan ekstensifikasi, tapi lebih kepada intensifikasi atau lebih kepada pembenahan kebun rakyat,” jelas Darmin.

Bahkan, menurut Darmin, dengan menggunakan pola kemitraan maka secara otomatis dapat membantu perkebunan rakyat. Sebab tidak sedikit masalah yang menyelimuti perkebunan rakyat. Salah satu diantaranya yaitu masalah penggunaan benih tidak bersertifikat yang menyebabkan rendahnya produktivitas.

Namun, dengan menggunakan pola kemitraan maka diharapkan perkebunan rakyat bisa mendapatkan bibit baik melalui partnership antara perusahaan besar dan perkebunan rakyat. “Sehingga melalui partnership maka petani bisa mendapatkan bibit yang bagus, pengelolaan perkebunan yang baik, dan sebagainya,” papar Darmin.

Sugiarto petani asal Desa Tidar Kuranji Kecamatan Maro Sebo Ilir Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi.

Sugiarto petani asal Desa Tidar Kuranji Kecamatan Maro Sebo Ilir Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi.


Terbukti, Sugiharto, yang sudah menjadi petani plasma dari tahun 1993 melalui program Perkebunan Inti Rakyat Transmigrasi (PIR-Trans) kehidupannya berubah setelah menjadi petani plasma perkebunan kelapa sawit.

Baca Juga:  Lada, Teh, dan Kelapa Tingkatkan Devisa dan Ekonomi Petani

Jadi, saya menjadi petani plasma sejak tahun 1993 dengan luas lahan 1 kapling (2 hektar). Kini dengan menjadi petani plasma saya bisa membeli rumah di Bodowoso, Jawa Timur dan tempat saya menjadi petani kelapa sawit yaitu di Jambi,” ucap Sugiarto petani asal Desa Tidar Kuranji Kecamatan Maro Sebo Ilir Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi.

Bahkan, Sugiarto membenarkan, bahwa dengan menjadi menjadi petani plasma maka bisa menyekolahkan ketiga anaknya. “Anak pertama saya sudah kuliah di Universitas Jember dari hasil kelapa sawit,” pungkas Sugiarto penerima award TBS terbesar dari perkebunan petani dengan berat 85 kg per TBS. YIN